Menilik Pembuatan Nopia di Dapur Pak Narwan

Kalian pernah mendengar orang jualan es krim keliling kampung? Es krim enak, dua ribu rupiah. Rasa tobeli, vanila, moca, melon. πŸ˜† πŸ˜› πŸ˜› Ngga tahu kenapa, saat diajak ke rumah produksi Nopia, tiba-tiba aku pingin banget teriak gini: “Nopia…enaak…rasa cokelat, rasa durian, rasa brambang, rasa gula merah. Gulanya asli. Aman buat Si Kecil” πŸ˜† πŸ˜€ Ini datang-datang songong amat, ya. Bisa-bisa kualat dan kena marah Pak Narwan beserta jajaran warga Banyumas kalau teriak-teriak di depan rumahnya. πŸ˜€

Acara #JuguranBloggerIndonesia yang diselenggarakan di Kabupaten Banyumas sukses menambah pengetahuanku. Salah satunya yaitu tentang Nopia yang ternyata adalah penganan favoritku. πŸ˜†

Ya, aku baru tahu saat itu juga kalau nama penganan yang aku sukai sejak kecil bernama Nopia. Bahkan saat Tante kelinci memastikan ketidaktahuanku tentang Nopia, dia nampak heran karena Nopia ini termasuk deretan jajanan hits di Banyumas dan juga masuk daftar oleh-oleh khas Banyumas.

“Serius? Masak ngga tahu Nopia, sih!” Geregeet pun sampai muncul. πŸ˜†

KEMASAN NOPIA BANYUMAS
Kemasannya menarik, ya…

Masuk dapur Nopia Pak Narwan yang telah berdiri semenjak Tahun 1987, Yasmin langsung nyelonongΒ menuju ruang tengah. Anak itu memang lagi gesit-gesitnya. Aku pun mengejarnya, lalu menangkapnya. Takut bikin onaar. Hahaha. Di sini lah Nopia mulai diproses oleh tangan-tangan yang handal, penuh ketelatenan. Dari tangan terampil mereka, tiap hari dapat memproduksi 2.000 lebih Mino tiap pekerja. Saat itu, di ruang ini ada empat pekerja. Banyak juga produksi tiap harinya, ya.

Aku mulai terheran-heran saat melihat penganan ini ternyata berbentuk bulat kecil persis bakpia Yogya. Sampai sini, aku memastikan kepada Tante kelinci bahwa yang sedang aku lihat adalah bakpia versi Banyumas.

NOPIA BANYUMAS
Mirip Bakpia banget, kaaan?

“Kalau yang ini aku tahu. Ini kan Bakpia, ih.” Aku mencoba konfirmasi kepadanya yang mulai sibuk dengan IG Stories.

“Bukaaaan! Ini bukan bakpia, cuma mirip dowang pas belum mateng.” Pembantahan dari Blogger yang punya jimat warna merah itu, sontak membuatku makin penasaran dengan Nopia. Padahal sudah di rumah produksi, tapi masih penasaran. Hahaha. Aku pun lanjut keliling untuk tahu lebih detil proses pembuatan Nopia.

Dapur Pak Narwan atau rumah produksi Nopia ngga terlalu luas. Terbagi menjadi tiga ruang, dan ruang kedua yaitu ruang produksi awal dimana para karyawan memasukan isi ke dalam Nopia. Ya, proses pembuatan Nopia dimulai dari sebuah adonan yang dibentuk bulat. Pembentukannya dibedakan menjadi dua, yaitu bulat kecil yang memiliki nama Mino (Mini Nopia) dan bulat besar dengan nama Nopia.

PEMBUATAN MINI NOPIA
Ini lagi diisi rasa, biar hidup makin istimewa… πŸ˜€

Setelah dibentuk, bulatan tersebut dibiarkan selama satu malam supaya kalis, punel, menul-menul kayak pipi Yasmin. Paginya, barulah diberi isi seperti gula merah, durian, cokelat, atau brambang (abon). Empat isian ini menjadikan Nopia kaya akan rasa dan membuat penggemarnya bisa gonta-ganti memilih rasa. Ngga melulu rasa nyeri di hati, atau rasa pilu karena rindu. πŸ˜€

Dari sini aku mulai pingin lihat hasilnya. Bertanya kepada Mas Yono yang sedang memasukan isi Nopia rasa gula jawa, ternyata Nopia dan Mino yang siap makan ada di ruang depan. Yaudah permisi, aku langsung menuju ruang depan dan izin kepada si empunya untuk mengambil satu Mino yang masih digelar di atas tampah (wadah).

“Yasalaam…ini mahΒ Ndog Dinosaurus, namanya.” Batinku saat itu. Aku tahu banget penganan ini laaaah. Secara termasuk penganan favoritku semenjak semenjak kecil. *diperjalas lagi* hahaha Jadi emang beneran, awal adonan masih bulat agak pipih memang mirip bakpia. Tapi setelah dipanggang, ternyata si Nopia ini punya punggung mirip kura-kura, gitu. πŸ˜†

DITEMPEL DI GENTONG
Ini ovennya…Eh, Gentong yang very HOT!

Udah melihat hasilnya, mencicipinya juga, sekarang giliran penasaran dengan oven yang buat manggang si Mino. Gimana ngga penasaran, bulatan yang tadinya rata, berubah menjadi punya punggung kura-kura. πŸ˜† πŸ˜† Belum lagi, jumlah produksinya kan banyak, penasaran juga segede apa ovennya. Melunasi rasa penasaran, aku menuju ruang paling belakang, ruang khusus untuk barbeque. *eh

Oven, alat canggih untuk memanggang. Nopia dan Mino ngga keluar dari alat canggih tersebut. Sebuah gentong yang menurutku mirip kurungan ayam karena luarnya terbuat dari bambu, di sini lah si manis Nopia dipanggang. Sederet berisi kira-kira sepuluh Mino, lalu ditempel di dalam gentong yang dalamnya terbuat dari tanah liat. Lalu kenapa Mino bisa punya punggung? Ternyata karena nempelnya ngga satu per satu, Cyiint. Langsung sederet, dan agak ditekan supaya nempel kuat di dinding gentong. Makanya bagian depan lebih tinggi, ngga datar lagi.

GENTONG NOPIA BANYUMAS
Nempelnya telaten banget…

Btw, ruangan ini panas banget. VERY VERY HOT! Jangan coba-coba berdiri lama-lama di ruang ini kalau bukan ahlinya. Soalnya keringat bakal gobyos! Di sini aku hanya bertahan beberapa detik dowang. Selanjutnya duduk-duduk cantik di ruang utama atau tempat untuk mengemas Nopia.

Bagi kalian yang sedang di Banyumas dan temannya suka minta oleh-oleh, beliin aja Nopia atau Mino yang punya label Pak Narwan. Harga untuk 300 gram Mino Rp 13.000 rupiah. Sedangkan untuk Nopia, Rp 20.000 rupiah per 300 gram. Pemesanan bisa langsung lewat telepon (0281) 796412. Kalian bisa juga datang langsung ke Rumah Produksi Nopia Pak Narwan yang beralamat di jalan Jaya Serayu No. 88, Banyumas, sekalian melihat proses pembuatannya.

Oleholeh khas banyumas
Hayoook…pilih Nopia, Mino, atau KAMI? Bungkuuuus! πŸ˜›

Eeeh…ini sudah terpecahkan, kenapa Nopia dan Mino punya punggung. Karena cara meletakkannya bukan pada sisi bulatan yang datar, melainkan samping kanan atau kiri bulatan. Jadilah si Nopia dan Mino melendung. Hahaha…sumpah, paragraf ini penting banget. πŸ˜€

πŸ™‚ Catatan Perjalanan β€œJuguran Blogger Indonesia 2017” kerjasama antara Komunitas Blogger Banyumas dengan Bappeda Litbang Banyumas dan didukung olehΒ  Bank Indonesia Perwakilan Purwokerto. Makasih buatΒ PANDI, @fourteen_adv, @lojadecafe, dan Hotel Santika PurwokertoΒ yang turut mendukung acara ini. πŸ™‚

Credit photos: Om Indra.