Urban Farming a la Vania Febriyantie
Urban Farming a la Vania Febriyantie – Kita semua tahu bahwa sayur adalah salah satu makanan yang sangat sehat karena banyak mengandung nutrisi. Tapi, ada saja orang yang menghindari sayur karena menganggap sayuran itu enggak enak.
Kalau mau sedikit memaksakan diri, sebenarnya kita bisa menyukai sayur-sayuran. Terlebih, jika sudah mengetahui manfaat makan sayuran. Orang dewasa sedikit lebih mudah untuk diajak makan sayur, berbeda dengan anak-anak. Iya, enggak banyak anak-anak yang suka konsumsi sayur. Banyak alasannya, mulai dari rasanya yang enggak enak, aromanya enggak jelas, sampai dengan teksturnya yang aneh.
Faktanya memang enggak sedikit sayur yang memiliki rasa hambar, pahit dan aroma yang kurang sedap. Tapi bukan berarti hal tersebut bisa dijadikan sebagai alasan untuk menghindari sayur. Karena walau bagaimanapun, anak-anak tetap membutuhkan sumber nutrisi dari sayur-mayur.
Konsisten Memberikan Menu Sayuran untuk Keluarga.
Jujur, aku sering bertanya-tanya, mengapa anak pertama aku, Syaquita tampaknya memiliki kecenderungan alami untuk menghindari sayuran. Apa mungkin karena kurang terbiasa dengan rasa alami sayur-sayuran? Tapi enggak juga karena aku kerap memberikan asupan sayuran sejak dia mulai MP-ASI.
Tapi sebagai orang tua yang ingin memberikan nutrisi terbaik untuk anak, aku selalu berusaha untuk meyakinkan anak-anak bahwa “Sayur itu baik bagi kesehatannya.”
Tapi tentu saja, kata-kata saja enggak cukup untuk mendorong anak-anak agar suka konsumsi sayur. Selain melakukan sounding, aku juga berusaha berimprovisasi dengan mencoba berbagai resep sayur-sayuran agar rasanya lebih mudah diterima oleh lidah anak-anak.
Selain mencoba berbagai resep, aku juga sering bereksperimen dengan mencoba berbagai jenis sayuran. Karena di luar sana ada banyak jenis sayuran yang rasanya bisa diterima oleh lidah anak-anak, terutama jika diolah dengan resep yang tepat.
Ngomong-ngomong soal sayur, setiap hari, aku selalu berusaha menyajikan sayur di meja makan untuk keluarga. Tidak hanya satu jenis, aku selalu berusaha untuk mencoba menyajikan beberapa jenis sayuran (berbagai warna) untuk kebutuhan makan harian.
Karena itu, enggak mengherankan apabila uang belanja dapur lebih banyak aku alokasikan untuk membeli sayur-sayuran. Yaa…namanya juga usaha, kan.
Dalam seminggu, aku biasanya mengeluarkan minimal Rp 50 ribu khusus untuk membeli sayur-mayur saja. Jadi, jika di total, dalam 1 bulan aku bisa membelanjakan uang Rp 200 ribu untuk sayur. Bagiku, jumlah uang tersebut tentu saja enggak sedikit. Apalagi, masih banyak kebutuhan pangan lainnya yang harus dibeli untuk memenuhi kebutuhan empat sehat lima sempurna.
Karena sayuran adalah salah satu kebutuhan primer keluarga kami, aku sempat berpikir untuk membuat kitchen garden. Tapi karena masih awam, aku ingin mencari tahu terlebih dahulu bagaimana caranya memulai membuat kitchen garden dengan konsep urban farm.
Ide Bertani & Berbisnis di Lahan Sempit untuk Masyarakat Kota.
Saat mencari referensi dengan keyword “urban farm”, aku menemukan cerita tentang Vania Febriyantie yang menggagas kelompok tani bernama “Seni Tani” sebagai wadah urban farming. Seni Tani sendiri dibentuk di Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik, Kabupaten Bandung Utara.
Menariknya, Vania Febriyantie dan temannya Galih, mempraktekkan urban farming dengan memanfaatkan lahan-lahan yang enggak terpakai (lahan tidur) di daerah tempat tinggalnya. Ide untuk membuat Seni Tani sebagai media urban farming ini lahir dari banyaknya lahan tidur yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandung. Melihat banyaknya lahan tidur tersebut, Vania dan Galih merasa tertantang untuk memanfaatkannya.
Vania dan Galih memulai perjalanan mereka di dunia urban farming sejak bulan November 2020. Kini mereka telah berhasil mengubah lahan tidur seluas 680 m2 menjadi sebuah kebun sayur yang produktif.
Dalam satu tahun terakhir, Seni Tani telah menghasilkan lebih dari 150 kg sayuran berkualitas tinggi. Yang menarik, dari usaha ini adalah cara mereka mendistribusikan hasil panen mereka.
Seni Tani mendistribusikan hasil panen melalui Kelompok Tani Sauyunan dengan sistem Community Supported Agriculture (CSA).
Kiprah Seni Tani dalam Mengelola Lahan Pertanian untuk Sayuran.
Cara kerja sistem ini sebenarnya cukup sederhana. Anggota kelompok yang berjumlah kurang lebih 24 orang, akan diminta untuk membayar di awal bulan sebelum benih sayuran ditanam. Ide ini adalah salah satu ide brilian. Karena selama ini, petani urban kerap mengalami masalah tantangan keuangan, khususnya untuk modal.
Saat ini, lahan tanam Seni Tani dibagi menjadi dua bagian dengan fungsi yang berbeda. Separuh dari lahan ini berperan sebagai kebun komunal yang dapat diakses oleh 97 anggota yang aktif berkebun bersama. Sementara separuh lainnya dikelola oleh dua pemuda lokal yang telah menjadi petani urban dengan pendapatan tetap.
Mereka membuktikan bahwa untuk memulai berkebun, kita enggak selalu memerlukan lahan yang luas. Bahkan dengan lahan berukuran sekecil 1 x 1 meter, seseorang sudah bisa menciptakan kebun sayur sendiri, yang sering disebut sebagai “kitchen garden.”
Vania Febriyantie Didapuk sebagai Finalis 12th SATU Indonesia Award 2021.
Sebagai seorang pejuang tanpa pamrih di masa pandemi Covid-19, Vania Febriyantie mendapatkan apresiasi dari PT Astra International Tbk, melalui ajang SATU INDONESIA AWARD.
Kontribusi Seni Tani pada ketahanan pangan lokal membuat para juri enggak ragu untuk mendapuk Vania Febriyantie sebagai salah satu pemenang.
Selain karena berkontribusi terhadap ketahanan pangan lokal. Alasan lain yang membuat para juri di Satu Indonesia Awards 2021 enggak ragu memilih Vania adalah karena, Ia merupakan salah satu sosok yang inspiratif karena mampu penciptaan lapangan kerja di daerah urban.
Ide “Petani Kota dengan Advance Payment” yang dibangun Vania juga telah terbukti mampu memberdayakan petani-petani urban sekaligus menciptakan sumber penghasilan yang stabil di tengah lingkungan di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu.
Yuk, Ikut Jejak Vania Febriyantie Bersama Seni Tani!
Urban farming yang dikemas dalam wadah kelompok tani bernama “Seni Tani” oleh Vania Febriyantie, adalah contoh nyata bahwa semangat kewirausahaan dan kesadaran akan pertanian perkotaan dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat.
Dengan mengubah lahan tidur menjadi kebun yang produktif, Vania dan Galih enggak hanya menyediakan makanan yang lebih sehat untuk komunitas mereka, tetapi juga memperkuat ikatan antara anggota kelompok tani dan menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Kisah Vania Febriyantie menurutku sangat inspiratif. Karena itulah, aku enggak ragu untuk membagikan cerita ini di blog pribadiku. Aku berharap, kisah sukses Vania dan Galih akan menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk ikut berkontribusi dalam pertanian perkotaan dan keberlanjutan lingkungan.
Nah, buah teman-teman yang ingin melihat keseruan aktivitas Seni Tani, langsung saja meluncur ke akun instagram @kamisenitani. Selain memeberikan tip dan berbagi pengetahuan, ternyata Seni Tani juga kerap mengadakan kelas berkebun baik untuk anak-anak maupun dewasa. Seru banget!
Sumber:
- https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/petani-kota-dengan-advance-payment/
- gambar dari akun instagram @kamisenitani.
Yogi
Kayaknya seru banget kalau punya kebun alami di samping rumah. Tulisannya menginspirasi banget kak
Penerapan Konsep Green Economy di Desa - ^_^ Langkah Baruku ^_^
[…] lahan pekarangannya, aku mulai tertarik mencoba untuk berkebun saat menulis artikel tentang urban farming di blog […]