Penerapan Konsep Green Economy di Desa
Selain Green Inflation, konsep Green Economy pernah menjadi topik dan perbincangan yang hangat beberapa waktu lalu. Aku termasuk slah satu masyarakat yang tertarik untuk turut menyukseskan konsep tersebut. Menyukseskan dalam arti ikut terlibat, ya. Nggak hanya tertarik untuk membaca teori saja, tapi juga mempraktikkannya demi bumi yang kondisinya saat ini semakin mengkhawatirkan. Yaps, kita wajib ikut terlibat mewujudkan konsep green economy demi Bumi. Setuju? š
Green Economy atau ekonomi hijau adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan. Kalau sudah ngomongin kerusakan lingkungan, tentu manusia wajib ikut bergerak sebagai bukti tanggung jawab kita yang sudah pasti turut andil merusak lingkungan.
Masyarakat yang hidup di kota-kota besar atau negara maju menjadi sasaran utama untuk menerapkan konsep ekonomi hijau karena dianggap lebih relevan. Tapi, konsep tersebut juga memiliki dampak yang cukup signifikan jika diterapkan di desa-desa. Apalagi kita semua tahu, perubahan iklim dan degrasi lingkungan semakin memprihatikan.
Nah, karena aku tinggal di Desa, aku tertarik untuk menulis tentang konsep Green EconomyĀ di Desa. Kira-kira apa saja yang dapat dilakukan masyarakat Desa tentang penerapan green economy? Sebelum membahas tetang penerapannya, kita perlu tahu apa itu green economy yang saat ini semakin mendapat perhatian.
Apa itu Green Economy?
Konsep Green Economy atau Ekonomi Hijau adalah suatu konsep yang menjanjikan transformasi dalam cara kita memandang dan menjalankan aktivitas ekonomi, dengan fokus pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengurangi dampak lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial.
Mengapa Penting di Desa?
Desa-desa menjadi kawasan yang kaya akan sumber daya alam seperti hutan, air bersih, dan lahan pertanian. Dengan menerapkan konsep Green Economy di desa akan membantu melindungi sumber daya alam ini dengan cara yang berkelanjutan. Contohnya, seperti praktik pertanian organik, pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dan penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi tekanan terhadap lingkungan alam.
Di Desa tempat aku tinggal, saat ini semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan pekarangannya untuk ditanami sayuran. Rata-rata dari mereka sudah mempraktikkan pertanian organik yang mana nanti hasil panennya akan lebih sehat dan aman dikonsumsi. Karena melihat banyak tetangga yang semakin banyak memanfaatkan lahannya untuk produksi dengan pertanian organik, aku pun tertarik juga untuk ikut memulainya. Yaps, memulai dari yang simpel-simpel demi masa depan Bumi.
Penerapan Konsep Green Economy di Desa.
Memulai untuk hal baik memang nggak mudah. Apalagi suatu hal yang membutuhkan tenaga dan harus didukung dengan modal seperti menerapkan konsep green economy, biasanya akan dipikir berulang-ulang sampai akhirnya memilih yang lebih simpel dan nggak merepotkan. š
Yuk, ambil bagian yang kita bisa! Berikut adalah contoh atau penerapan konsep green economy di Desa yang harus kita coba.
1. Pertanian Organik.
Nggak mudah untuk memulai pertanian organik. Di desa tempat saya tinggal saja belum banyak yang menerapkan pertanian organik. Banyak dari para petani yang memilih pertanian anorganik. Artinya, mereka lebih memilih menggunakan asupan bahan kimia sintetik berupa pupuk maupun pestisida sebagai sarana produksi karena dirasa lebih simpel.
Untuk memulai konsep green economy, desa-desa dapat beralih ke pertanian organik yang ramah lingkungan, mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang sudah pasti merusak lingkungan. Pertanian seperti ini wajib dicoba demi meningkatkan kualitas tanah dan kesehatan masyarakat. Dimulai dari hal yang terkecil, andai setiap masyarakat di Desa dapat mulai berkebun secara organik di pekarangannya, mungkin anggaran buat belanja sayuran dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain, ya.
2. Pengelolaan Limbah.
Jujur, aku sedih banget ketika melihat sampah yang setiap hari menumpuk di tempat pembuangan sampah sementara yang berada di lingkunganku. Yaps, pemerintah desa di tempat tinggalku menyediakan tempat pembuangan sampah sementara diĀ masing-masing RT yang nantinya akan diambil seminggu sekali oleh petugas sampah untuk kemudian dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Paling menyedihkan, sampahnya nggak dipilah. Mungkin ibu-ibu rumah tangga nggak nggak punya waktu atau belum tertarik untuk melakukan sortir sampah. Padahal, sampah rumahan sebenarnya dapat dilakukan sortir untuk kemudian dikelola atau dilakukan daur ulang.
Yaps, program daur ulang dan pengelolaan limbah dapat membantu desa-desa mengurangi pencemaran lingkungan dan memanfaatkan kembali sumber daya yang ada. Misalnya, limbah organik dapat diubah menjadi pupuk kompos yang berguna untuk pertanian organik. Sesimpel ini dan akan ringan jika dilakukan bersama-sama, bukan?
3. Pengembangan Industri Lokal.
Di Desaku ada beberapa kelompok Dasawisma yang mulai produksi kebutuhan dapur seperti bumbu kuning. Lebih dari itu, beberapa ibu rumah tangga juga ada yang sudah berhasil produksi susu kedelai, membuat camilan yang kemudian dijual ke warung-warung. Ibu-ibu produktif ini harus terus didukung dan didampingi supaya semangatnya terus membara.
Kelompok Wanita Tani (KWT) di desaku juga termasuk aktif dan produktif. Beberapa kali ikut pameran UMKM yang digelar di tingkat Kecamatan maupun Kabupaten. Sayangnya, untuk kebutuhan konsumsi sayuran harian belum sepenuhnya mengandalkan hasil dari pekarangannya sendiri. Padahal, dengan mengutamakan produksi dan konsumsi lokal, desa-desa dapat mengurangi jejak karbon transportasi sekaligus mendukung ekonomi lokal.
Inisiatif seperti pasar petani lokal dapat melestarikan kearifan lokal. Ini menjadi impianku banget karena di desaku cukup banyak lahan atau kebun yang terlihat kurang produktif. Dukungan dari pemerintah desa dan warga sekitar sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pasar petani lokal.
4. Pariwisata Berkelanjutan.
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif nggak melulu tentang alam yang indah atau obyek wisata. Namun potensi apa saja yang ada di Desa pasti dapat menjadi daya tarik untuk kemudian diolah menjadi paket wisata.
Kosep menjual apa yang Desa miliki bisa menjadi pariwisata berkelanjutan. Tentu desa-desa dapat mengembangkannya sebagai sumber pendapatan alternatif. Sangat penting untuk mengelola pariwisata dengan bijaksana dan jangan pernah bosan untuk mempromosikan budaya lokal. Namun jika sudah terwujud pariwisata berkelanjutan, jangan lupa untuk saling mengingatkan masyarakat dan juga wisatawan untuk tetap melindungi lingkungan.
FYI,Ā di desa tempat saya tinggal, Desa Pekauman memiliki potensi lokal yang sudah dikenal sampai Nasional. Yaitu Durian Mimang. Buat teman-teman yang belum tahu Durian Mimang, bisa cari informasinya di Google, ya. š
Pengalaman Menanam Sayur Organik di Pekarangan.
Nggak punya ilmu dasar menanam sayur organik bukan berarti nggak bisa memulai bercocok tanam sayur. Aku memulai tanam sayur di pekarangan dengan belajar melalui channel YouTube. Selain melihat semangat tetangga dalam mengelola lahan pekarangannya, aku mulai tertarik mencoba untuk berkebun saat menulis artikel tentang urban farming di blog ini.
Melihat proses atau cara tanam sayur tim Seni Tani, ternyata berkebun itu asyik. Tak lama setelah menulis artikel tersebut, aku pun mulai memesan benih sayuran melalui online. Selain punya pupuk organik dari kandang sendiri (karena kebetulan orang tua tenak kambing), aku juga belajar bagaimana cara membuat tanah sehat, gembur, dan memerangi hama di sayuran dengan cara membuat pestisida organik.
Alhamdulillah sampai saat ini aku masih aktif berkebun dan sudah panen beberapa kali. Senang rasanya karena bisa makan sayur yang tumbuh di lahan pekarangan sendiri. š
Tantangan Konsep Green Economy.
Meskipun konsep Green Economy menjanjikan banyak manfaat bagi desa-desa, ada tantangan yang perlu diketahui dan segera diatasi termasuk akses terhadap modal, teknologi, dan pengetahuan yang diperlukan untuk menerapkan praktik-praktik hijau. Desa-desa kini dapat menjadi motor perubahan menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan dengan dukungan dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta.
Kembangkan Proyek dengan CXR (Carbon X-change Rakyat).
Carbon X-change Rakyat atau CXR adalah inisiatif blockchain yang bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mendemokratisasi perdagangan karbon di Indonesia atau carbon trading indonesia.
Mengutip dari website cnbcindonesia.com, bahwa Indonesia telah memulai perdagangan kredit karbon perdananya pada tanggal 26 September 2023. Ini menjadi catatan sejarah bagi Indonesia karena memiliki misi yang cukup penting, yaitu menciptakan pasar dalam mendanai pengurangan emisi gas rumah kaca dan menjadi peserta utama dalam perdagangan karbon global.
Sebagai negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memiliki potensi untuk menyerap lebih dari 100 gigaton total emisi karbon dunia. CXR BRI sangat percaya bahwa perdagangan karbon dapat membawa manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Melalui platform CXR, perdagangan karbon untuk memberdayakan petani, pemilik lahan, serta sektor pertambangan dan energi untuk bekerja sama secara sinergis.
Dengan demikian, konsep Green Economy tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga mendorong keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.
Teman-teman, gimana kalau penerapan konsep green economy di Desa ini kita teruskan kepada kepala desa? Mumpung masih hangat, nih. Kan belum lama ini baru dilaksanakan pemilihan kepalda desa serentak. š
Sumber:
- https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/berita/mengenal-lebih-dalam-langkah-aplikasi-ekonomi-hijau-di-indonesia
- https://www.cnbcindonesia.com/market/20240101141009-17-501775/catatan-sejarah-2023-indonesia-luncurkan-bursa-karbon