Keelokan Lansekap Dieng dari Bukit Scotter
“Pak, berhenti di depan BRI, ya.” Intruksi dari seorang laki-laki bertopi hitam, dan mengenakan jaket warna oranye. Lelaki yang mendampingi kami tur selama tiga hari dua malam. Pak Daryo, namanya.
BRI Dieng menjadi ancer-ancer menuju Bukit Scotter, Dieng, Banjarnegara. Teman-teman nampak semangat turun dari minibus meski sudah dipastikan tidak akan mendapat sunrise karena kami keluar dari penginapan D’Qiano jam 05.00 WIB. Sampai kaki bukit jam 05.30 WIB.
Dinginnya Dieng pagi itu sama sekali tidak menyurutkan niat untuk sampai puncak Bukit Scotter. Justru sebaliknya. Udara segar, perkampungan rapih, dan pemandangan sekitar bukit yang terlihat dari kejauhan, sukses menggerakkan kaki kami untuk melangkah cepat karena petunjuk arah ke bukit sudah terpampang jelas. Tidak perlu mikir, tanya warga, apalagi bingung pilih arah.
Satu hal yang membuatku gemas-gemas terharu pagi itu yaitu karena aku gagal mempertahankan kaki untuk tetap standby di area parkir. Si Kecemut tidak mau berhenti jalan! 😆 Ampun, deh.
Niatku hanya mengantar Teman-teman sampai seperempat jalan. Itung-itung sambil olahraga pagi seperti biasa.
Berbagai usaha untuk membuatnya kembali tersenyum sudah kulakukan. Jalan-jalan di sekitar area parkir, sampai kembali turun ke perkampungan. Tapi gagal. Mbak Rian, satu-satunya peserta yang tidak ikut naik bukit menyarankan untuk diajak jalan ke atas. Ini pilihan akhir yang bisa kulakukan. Dan akhirnya, Kecemut kembali girang saat melihatku ngos-ngosan. Ampun ini bocah.
Bagiku, perjalanan menuju Bukit Scotter dengan menggendong bayi tidak begitu susah payah. Tanjakan yang didapat hanya dua kali saja, yaitu awal hiking, masih dalam perkampungan. Kemudian, saat hampir sampai Bukit Scotter. Selebihnya, jalan datar.
Langkah para petani pagi itu menemani perjalananku. Sambil ngobrol dengan mereka, tidak terasa kurang lebih lima belas menit telah sampai loket Bukit Scotter. Ini bacanya ngindonesia saja, ya. Skoter, bukan Skuter. Kalau sampai salah baca, bisa penasaran sampai ubun-ubun karena tidak akan pernah menemukan Skuter di puncak bukit. 😆
Nama Scotter atau Skoter ini diambil karena dulu di kaki bukit terdapat pemancar atau tower radio. Skoter (Seko Tower) yang dalam Bahasa Indonesia berarti Dari Tower, menurut salah satu pertani yang ngobrol denganku. Please jangan tanya hubungan darah antara Tower dan Bukit ini, ya. Kagak paham betul. 😛
Beberapa petani yang hendak ke ladang dengan mengendarai sepeda motor menawarkan jasa untuk mengantarkanku sampai ladang mereka yang katanya ada di seberamg bukit. Tapi, melihat perkakas bawaan mereka yang digendong, rasanya akan menambah beban dan merepotkan.
Ya, tidak sedikit petani yang mengendarai sepeda motor untuk ke Ladang karena jalan sudah lumayan bagus. Hanya saja, karena malam harinya gerimis, beberapa titik jalan yang belum dicor semen lumayan becek. Makanya, aku tetap memilih untuk jalan kaki. Takut motor mereka kelebihan muatan, lalu BREG! 😀 😛
Omong-omong, ternyata aku dan Kecemut bukan satu-satunya peserta yang belum sampai puncak. Masih ada Tante yang terlihat santai, menikmati perjalanan. Jadi ada teman, deh! 😀
Aku dan Kecemut kerap berhenti. Sementara Tante, terus berjalan pelan. Sesekali motoin kami. 😉 Kami berhenti bukan karena aku loyo, atau Kecemut rewel. Melainkan, HARUS selfie. Hahaha. Penting banget, ya. Jelas, dong.
Background Gunung Sindoro cakep banget! Apalagi, perkampungan Dieng yang telah padat. Wuuuw…selfie muluuu bawaannya. Ditambah lagi, ada Masjid di tengah perkampungan yang cuantik nian. Wuuuw…selfie lagi. 😀
Tidak terasa, 30 menit telah kami habiskan untuk jalan, dan kami telah sampai puncak Scotter. Sesampainya di bukit, Teman-teman nampak sibuk dan asyik memainkan kamera, pose, untuk mengambil gambar terbaik. Tiap sudut Bukit Scotter penuh untuk sesi foto. 😀 Gazebo mungil yang asyik banget buat duduk berdua sambil rangkulan, menjadi salah satu spot yang menarik. Rangkulan sama si Kecemut. 😛
Dari puncak Bukit Scotter, lansekap perkampungan Dieng lebih indah. Berfoto dengan latar belakang Gunung Sindoro pun makin greget. Kompleks Candi Arjuna nampak jelas setelah kamera dizoom maksimal. 😆
Aku bersama Si Kecil juga minta difoto berkali-kali dengan background Gunung, Perkampungan, Bunga, Ladang, dan awwww….hasilnya kece bangett! Makasih udah motoin kami ya, Tanteee. 😀
Bukit yang awal tahun ini baru mulai dijadikan tempat wisata, punya tempat khusus untuk narsis. Asli, ini narsis sungguhan di Bukit.
Bukit Scotter menyediakan tempat khusus, sebut saja gardu pandang, yang terbuat dari bambu. Besama Mbak Lia dan Tante, aku mencoba untuk naik ke atas gardu secara bergantian. Untuk sampai ke atas, kami menggunakan tangga yang berada di samping gardu, cukup dengan enam langkah, foto narsis dimulai.
Di tangan Mas Nur, videografer dari Satelit News, hasil jepretannya membahagiakan banget! Fotonya cakep-cakep. Modelnya juga mendadak cakep. Tidak sia-sia meninggalkan Kecemut sejenak. Hahaha. Makasih Mas Topan, sudah mau gendong Yasmine yang rewel tak terkira. 😀
Bukit Scotter bisa menjadi alternatif pilihan saat berwisata ke Dieng. Kurang lebih 20 menit dari kompleks Candi Arjuna, Bukit ini mudah dijangkau. Hiking sejauh 1 km dengan medan tergolong biasa, menawarkan keindahan lansekap Dieng yang tak biasa. Nyalakan Google Maps bila belum paham jalan di Dieng, ya. Bukit Scotter tersedia di G-Maps. 😉
Baca juga: Hiking ke Bukit Scotter Bersama Bayi! 😛