Bertamasya ke Lembah Gunung Madu, Boyolali
Bertandang ke Boyolali sama sekali tidak ada niat untuk tamasnya. Aku bersama keluarga dari suami murni silaturahim ke rumah Budhe Ida, Mbaknya Ayah. Saat hendak pulang, ponakan yang jumlahnya tidak sedikit minta mampir ke Lembah Gunung Madu (LGM). π Aku sih oke-oke saja, tapi sayang banget waktu kami sudah mepet banget. Ya, kami hanya punya waktu satu jam jika memang ingin bertamasya karena Mbah Kakung menjadwalkan jam 13.00 WIB sudah harus perjalanan pulang.
Awalnya hanya aku yang diminta untuk menemani mereka main karena mungkin Mbak-mbak sudah terlalu lelah. Tapi kebayang rempongnya karena Ayah saat itu tidak turut, maklum pekerja baja yang nyaris tidak punya libur. Hahaha. Jalan bersama Yasmin saja kadang suka ribet kalau mood dia lagi kurang baik, sepertinya tidak sanggup kalau harus mengawal krucils. Hahaha. Karena ada rasa penasaran juga, akhirnya Mbak-mbak ikut ke LGM, dong. Uhuuy…
Tidak ada persiapan apapun menuju LGM termasuk mencari tahu obyek wisatanya seperti apa. Kalau kata ponkanku, Ufi, tempatnya bagus buat foto-foto. “Ouw…wisata selfie ternyata.” Batinku saat itu. Dari nama obyeknya ada Lembah Gunung, berarti selfie di perbukitan, gitu. Lalu, mungkin Madu terbaik ada di daerah tersebut. Sekadar menerka-nerka, sih. Akibat tidak bisa searching karena di rumah paket data sama sekali tidak jalan. Dan hasilnya, aku baru tahu kalau di LGM ternyata ada beberapa goa setelah sampai rumah Banjarnegara dan mau menulis blog post ini. Secara kan baca-baca tulisan yang sudah publish duluan, ya. Fufufufu
Perjalanan dari rumah Budhe menuju LGM membutuhkan waktu 20 menit. Agak tenang karena tidak begitu jauh. Sepanjang perjalanan di mobil ada yang datar-datar saja, ada juga yang ribet. Asli, nano-nano banget, tapi seru. Kebayang kalau punya banyak anak seperti Gen Halilintar pas masih pada kecil, pasti kuat segala-gala orang tua mereka. π
Dari jarak 50 meter menuju lokasi, terlihat jelas rangkaian huruf membentuk kata Lembah Gunung Madu. Tulisan ini berada di depan bebatuan yang sudah tersusun rapih dan tepat di samping pintu masuk. Karena tulisan dengan warna merah itu nampak begitu memesona, rasanya ingin turun di gerbang ini untuk mengambil dokumentasi. Tapi karena menuju parkiran katanya lumayan jauh, aku pun mengurungkan niat itu. π
Mobil yang kami naiki langsung menuju tempar parkir. Dengan arahan tukang parkir, mobil pun dapat parkir dengan tepat.
“Bayar parkirnya nanti saja saat keluar dari sini, Mbak.” Ucap tukang parkir sambil mengulurkan karcis parkir.
“Ohhh. Terus tiket masuk bisa dibeli di mana, Mas?” Aku melontarkan tanya karena di sekitar tempat parkir belum terdapat petunjuk arahΒ untuk memudahkan kunjungan wisatawan.
“Tidak ada tiket masuk, Mbak. Cuma bayar tempat parkir saja. Rp 5 ribu untuk mobil.”
Siang itu matahari begitu terik, kami memulai perjalanan dari pintu masuk lokasi yang berada di kanan tempat parkir. Di sini belum dibangun gapura atau gerbang masuk lokasi, harus jeli mencari pintu masuk yang berada di kanan tempat parkir. Kami pun sempat salah memilih pintu masuk yang ternyata sudah tidak digunakan, namun tidak ada keterangan bahwa pintu sudah tidak digunakan.
Lembah Gunung Madu atau LGM ternyata bukan hanya taman wisata selfie. Fasilitas pendukung yang didapat lebih dari lengkap. Di sini terdapat tempat makan yang representatif dengan menu makanan yang lengkap. Ada beberapa gazebo yang bikin pengunjung nyaman. Tak hanya itu, pengelola menyiapkan semacam pendopo yang bisa digunakan untuk acara. Ya, pendopo dapat digunakan untuk acara dengan catatan makanan harus di pesan di tempat. Pun dengan pengunjung yang hanya berwisata, mereka tidak boleh membawa jajan atau makanan dari luar.
Anak gue narsisnya kepoleen…. π
Mendengar jawaban Mas Anton (sebut saja dengan nama, biar nyaman :D), aku sempat kaget karena di Boyolali sudah mulai memberlakukan wisata tanpa batas dimana pengunjung tidak dikenai tiket masuk. Aku tidak menanyakan detail apakah pemberlakuan semacam ini karena masih promo atau memang tanpa HTM. Rasanya bersyukur banget, lho. Lha gimana tidak, kami kan membawa rombongan, bukan hanya satu atau dua raga saja. Hahaha.
Taman ini terbagi menjadi dua tempat yaitu bagian atas yang berisi tempat makan, gazebo, beberapa spot selfie, dan pendaftaran untuk flying fox. Lalu, bagian bawah full spot selfie dengan background bangunan modern dan juga perbukitan. Untuk spot selfie, lebih ramah untuk remaja. Buat anak-anak, paling duduk di kolam ikan atau bangku-bangku yang di sediakan di pinggir bukit. Atau buat suka hewan, di sini terdapat aneka macam unggas. Seperti halnya di kebun binatang, unggas tersebut ada di dalam kandang. Cukup menarik untuk dilihat karena banyak jenis burung dan juga ayam. Tak hanya unggas, ada juga kambing yang berada di bagian bawah.
Kami tidak lama di sini, hanya numpang jalan dan foto-foto saja. Selain panas banget, kami juga kurang menikmati karena terburu-buru mau pulang. Mungkin satu tahun ke depan wisata ini bakal teduh karena di sekeliling ada banyak pohon yang baru ditanam dan adem banget kalau dilihat. Kami juga tidak sempat mencicipi kuliner yang dijual di warung setempat. Dalam perjalanan pulang, Budhe Wiwik dan Budhe Nunung bercerita bahwa, ponakan sempat minta beli es jeruk, tapi karena harganya Rp 10 ribu per gelas, mereka memilih membelikan mereka jajan di luar sana. Hahaha. Aku jadi penasaran seberapa nikmat es jeruk di LGM. π
Harga makanan yang kurang ramah kantong biasanya memang berlaku di wisata tanpa batas, wisata yang tidak memberlakukan HTM. Jadi tidak usah heran atau kaget, ya. π Oiya, aku sarankan kalau mau ke LGM, tuh, di atas jam 14.00 WIB. Soalnya di bagian bawah yang sangat lapang, tuh, panas menyengat. Mau selfie pun kurang nyaman.
Nah, karena saat itu rada rempong, aku tidak begitu fokus buat ambil gambar. Sebagai gantinya, ini ada cuplikan video suasana Lembah Gunung Madu, Boyolai. Selama menonton! π