3 Jenis Camilan Favorit yang Kami Bawa Saat Traveling

Apa jadinya Traveling tanpa membawa camilan? Bagi kami, hambar rasanya. Apalagi kami tipe keluarga yang suka ngemil. Ngga harus menunggu dapat tempat istirahat yang mewah untuk sekadar ngemil. Terpenting kami bisa duduk dengan nyaman.

Urusan camilan bukan perkara tentang mengganjal perut saja. Saat di tengah perjalanan merasa lelah, camilan bisa menjadi pelampiasan. Eeeeh…ini gimana caranya melampiaskan rasa lelah pada camilan, ya? Hahaha. Duduklah barang lima menit, keluarkan camilan dari kantong doraemon dalam tas, lalu nikmati bersama. Tenaga pun pelan-pelan akan kembali fit. Seperti akhir pekan lalu saat piknik ke Curug Pitu, tenaga kami kayak tinggal seperempat dari tenaga baja. πŸ˜€

Yuuk ikut bayangin, ya. Bahwa Curug Pitu ini tipenya berundak di mana urutannya yaitu dari bawah yaitu Curug Pitu sampai puncaknya yaitu Curug Satu. Curug dengan debit air paling deras adalah Curug Pitu. Sebenarnya kami ngga perlu naik lagi untuk menikmati Curug dengan debit air tertinggi karena ada di paling dasar. Tapi karena Suamik meyakinkan aku bahwa, view curug-curug di atasnya ngga kalah eksotis, aku pun mengekornya.

Uluwwluuw…ternyata untuk sampai sumber air atau curug satu, kami harus melewati jalan setapak, terus menanjak dan itu jalan masih alami alias jalan dari tanah, gitu. Pokoknya mirip ular tangga. Ngga terus menanjak dan ngga ada habisnya. Lempoh to de max! Asli. Beruntungnya, kami membawa camilan favorit. Tiap napas mulai ngos-ngosan, ini lah alarmΒ bagi kami untuk menggelar tikar dan menikmati camilan. πŸ˜€

Curug Pitu Banjarnegara
Basah-basahan di Curug Pitu…

Mungkin dari kalian ada yang nyeletuk, kalau sudah seperti ini, masuk mini market bakal beli banyak jajan, dong? Jawabannya adalah ngga mesti. Karena camilan yang kerap kami makan termasuk jenis camilan yang tahan lama. Tapi bukan tahan lama dalam jangka satu tahun, lho.

Nah, berikut 3 camilan favorit yang sering kami bawa saat traveling.

1. Buah

Apel dan Pisang. Dua buah ini andalan banget. Ngga peduli di kulkas tinggal satu, pasti aku bawa. Gimana kalau stok pas habis? Beli, dong. Tapi biasanya cuma beli tiga biji Aple dan lima biji Pisang. Entah lah, ini namanya ngirit atau apa. Terpenting kami bahagia. πŸ˜€

Kenapa milih Apel dan Pisang? Kan masih banyak jenis buah?

Emm…maksudnya Anggur, Melon, Semangka, Pepaya, atau Pir, gitu? Kebetulan yang semua doyan adalah Apel dan Pisang. Lainnya, hanya aku yang doyan. Anggur, Kecemut belum doyan. Pir, aku dowang yang doyan. Jadi yaudah, pilih yang pasti-pasti aja deh, biar cepat dikawinin. πŸ˜€ Pertimbangan lain, dua buah ini paling aman ditaroh di dalam tas. Ringan pula.

2. Keripik

IniΒ seperti wajib. Keripik pisang adalah favorit kami. Camilan yang paling banyak dibawa pun keripik. Kalau kira-kira bakal lama di lokasi, atau jarak tempuhnya cukup jauh, aku biasanya bawa dua toples. Hahaha. Ya gimana lagi, keripik pisang ini ampuh banget mengalihkan rasa pegal-pegal pada kaki atau napas ngos-ngosan kek dikejar pacar selingkuhan. πŸ˜›

CAMILAN TRAVELING
Nglemporok buat ngemil duluu…

3. Roti

Udah bawa pisang, masih bawa roti? Oooo…jelas! Ini juga ngga kalah penting, Sist. Sebenarnya camilan ini khusus buat Kecemut, tapi karena roti yang aku bawa tuh roti kekinian, orang tuanya pun kadang ikut nyempil.

Lalu, roti apa yang dibawa?

Andalan kami yaitu Selai Olay danΒ Kue Nastar. Tapi jangan dikira kami bawanya pakai toples kayak bawa keripik, ya. Kami selalu bawa yang kemasan. Ringan, bukan? Apalagi yang kemasan isi paling tiga biji. Ngga bikin berat gendongan. πŸ˜€

Traveling dengan membawa camilan dari rumah sama sekali ngga membuat kami kerepotan. Apalagi itu camilan serba beli. Kalau lagi mood, kadang aku menambahi dengan camilan home made seperti Puding, Pisang Goreng, dan Mendoan.

Karena makanan termasuk kebutuhan Traveling, maka aku harus menyiapkannya meski di sekitar obyek wisata kadang ada warung yang menyediakan jajanan. Setidaknya buat jaga-jaga dikala lelah menyapa. πŸ˜›

Camilan Favorit di Akhir Pekan

“Yaelaah…tiap kali ke sini pasti pesannya itu lagi…itu lagi! Ngga ada bosannya, ya.” Kebiasaan memesan satu menu yang sama saat singgah di resto, kadang menjadi bahan bully teman lainnya. Entah itu makanan, minuman, atau camilan. Tapi, namanya SUKA, ya, mau gimana lagi.

Aku sering memesan camilan yang itu lagi…itu lagi jika mendatangi resto atau rumah makan yang menyediakan camilan kentang goreng. Ngga ada yang spesial dengan camilan ini. Namun, aku SUKA. Tiap kali memesannya, aku selalu request tanpa penyedap rasa. Padahal, yang membuat gurih justru penyedap rasa, ya. πŸ˜€

Omong-omong tentang camilan, semenjak hamil, tepatnya ngga tahu kapan, aku punya camilan favorit di mana sampai sekarang masih ada yang trial. Maksudnya, belum ada yang pas di lidah. Camilan tersebut yaitu; Pisang Goreng, Arem-arem dan Cilok. Ini bukan ngidam, lho, ya. Cuma pengin saja, dan waktu yang tepat untuk mencari camilan tersebut hanya di akhir pekan.

Ngga lucu, dong, jam kerja digunakan untuk ke pasar hanya mencari camilan favorit. :mrgreen: Seorang perempuan yang berjualan camilan di kantor, kadamg beliau membawa camilan pisan goreng dan arem-arem. Tapi, belum cocok di lidahku. Jadi, aku ngga pernah membelinya di sana.

Maksud hati ingin higienis, membuat camilan sendiri. Beberapa kali sudah aku coba juga, tapi belum juga cocok. Padahal buatan sendiri, ya. Menandakan belum berhasil membuat camilan enak. Hahaha

Tiap melihat gerobak gorengan yang menjual pisang goreng, aku selalu berhenti di depannya, kemudian membelinya. Pisang goreng, camilan yang bisa dibilang biasa banget, tapi menurutku wah. Sampai saat ini belum ada yang cocok di lidah. Masih trial and trial dari gerobak to gerobak, dari wajan sendiri, sampai wajan tetangga. πŸ˜€

1 CAMILAN FAVORIT
Enak bingits, tapi belum cocok. . . πŸ˜€

Lanjut camilan arem-arem di mana kalau sudah ada yang cocok kayaknya bisa bikin merem-merem. πŸ˜€ Setelah memutuskan untuk ngga membeli di Mbah Jajan yang di kantor, aku mempercayakan camilan arwm-arem kepada Mbak Admi, pedagang sayur keliling di kampungku. Beliau tiap akhir pekan selalu membawa arem-arem. Sebenarnya aku bisa, sih, membelinya di pasar. Sama halnya Mbak Admi. Tapi, aku lebih memilih untuk menunggunya.

Kadang COCOK, kadang beda. Itulah arem-arem yang di bawa Mbak Admi. Menurutnya, sih, beliau mengambil dari satu pedagang. Tapi, entah karena apa, cita rasa arem-aremnya kadang berbeda. Ya…menimbang diri sendiri saja lah. Tiap hari membuat sup, tapi cita rasanya selaly berbeda. Kadang enak, kadang hambar karena lupa ngga dikasih garam. πŸ˜€

Camilan terakhir adalah camilan yang saat ini makin langka yang jual. Bisa dikatakan hampir punah. Adalah cilok atau aci dicolok, camilan kenyal yang berasal dari Bandung. Beberapa kali aku membuatnya, dan beberapa kali juga aku gagal membahagiakan lidah sendiri. πŸ˜€

Sampai aku merasa kesal, aku keliling alun-alun Banjarnegara untuk mencari cilok. Dan hasilnya nihil. Ngga ada seorang pun yang menjual cilok. *peluang*

Gerobak merah yang dipikul oleh seorang lelaki paruh baya mengelilingi kampungku, aku mengira beliau menjual bakso ayam yang kini sedang naik daun. Cocok! Bukan bakso ayam yang Beliau jajakan, melainkan cilok dengan ukuran kecil yang dijual Rp 50 per butir.

Penjual cilok yang mengaku tinggal di Desa Sered ini hanya datang saat akhir pekan; Sabtu atau Minggu. Hari lain, beliau berjualan keliling di desa lain. Tapi, sayang seribu sayang, beliau datang ke kampungku hanya dua kali.

Beliau mengatakan kalau kampungku sepi anak kecil. Ngga banyak cilok yang laku. Padahal, anak-anak kecil di kampungku, tuh, ngga sedikit dan terkenal doyan jajan. Selain datangnya terlalu pagi, kisaran pukul 07.00 WIB, minggu itu memang lagi jarang terlihat anak kecil. Belum rejekinya kalik, ya. Padahal ciloknya enak! πŸ™ Eeuumh. . .sekarang jadi lebih sering buat cilok sendiri. Soal rasa, nomor sekian. Terpenting bisa makan cilok. πŸ˜€

Baca juga Camilan Enak dari Umbi Talas