Bonus Plus-Plus Dari Bukit Sidengkeng #FamTripJateng
Usai berdiskusi dan sesi foto barsama di depan Pendopo Soeharto Whitlam, jalan-jalan gratis yang diselanggarakan oleh Dinbudpar Jawa Tengah berlanjut ke destinasi ke dua.…
Usai berdiskusi dan sesi foto barsama di depan Pendopo Soeharto Whitlam, jalan-jalan gratis yang diselanggarakan oleh Dinbudpar Jawa Tengah berlanjut ke destinasi ke dua.…
Kamis (4/12), saya bersama tujuh belas Travel Bloggers diberi kesempatan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah untuk bertemu langsung dengan anak gimbal di Pendopo Soeharto Whitlam. Sebuah pendopo yang pernah dijadikan sebagai tempat perundingan oleh Mantan Presiden Soeharto dengan Mantan Menteri Australia, Gough Whitlam. Agenda saat itu pembukaan sekaligus bertemu dengan anak berambut gembel di Dieng.
Bertemu dengan anak gimbal, sekaligus berdiskusi dengan para pemangku adat merupakan agenda pertama kami dalam kegiatan Familiarization Tour (Fam Tour) ke Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo yang berlangsung selama dua hari. Fam Tour kali ini bertujuan untuk mengenalkan beberapa potensi wisata yang berada di dua Kabupaten tersebut.
Serius, saya semangat banget ikut #FamTripJateng ini. Terlebih ketika kedatangan kami disambut hangat oleh Bapak Aziz Ahmad, selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Banjarnegara, ketua adat (Mbah Naryono) dan dua nara sumber (Nafis dan Sri Nuria). Saat kami turun dari Bus, mereka sudah berada di pintu gerbang Pendopo Soeharto Whitlam dan menyapa kami dengan ramah.
Pendopo yang sudah dijadikan Cagar Budaya ini lingkungannya bersih dan asri. Sebelum mulai berdiskusi, seluruh peserta dipersilakan untuk mencicipi tempe kemul, kacang tanah, purwaceng, teh tambi, camilan dan minuman khas pegunungan Dieng. Meskipun warga Banjarnegara, tetap saja saya ikut menikmati tempe kemul yang crispy dan kacang rebus kesukaan saya.
Kami menempati kursi yang telah disediakan. Saya duduk di baris ke dua bersebelahan dengan Mbak Kris, menghadap meja nara sumber.
Pak Alif Fauzi, selaku MC dan juga tokoh adat mulai membuka acara diskusi. Sebagai pengantar, Pak Aziz memberi sambutan cukup padat. Beliau mengajak para Travel Bloggers untuk terus melestarikan wisata budaya dan alam Indonesia, khususnya wisata di Dieng. Pemerintah Daerah juga sangat terbuka menerima saran dan kritik postitif yang sekiranya dapat memajukan pariwisata.
Diskusi dilanjut oleh Mbah Naryono, selaku ketua adat. Beliau mulai menceritakan tentang prosesi ruwatan anak gimbal.
Napak tilas ke beberapa tempat wisata yang ada di Dieng menjadi kegiatan awal yang dilakukan sebelum acara ruwatan. Teman-teman tahu sendiri kan, ya. Warga Dieng sangat menjaga budaya yang juga menjadi keyakinanya. Usai napak tilas dan ruwatan, barulah rambut gimbal dilarung ke Telaga Warna atau Telaga Balekambang agar mendapat berkah.
Prosesi ruwat rambut gimbal sudah ada sejak dahulu kala. Hanya saja, pencukuran secara massal yang dikemas dalam event Dieng Culture Festival (DFC) ini baru dimulai Tahun 2002. Mengapa secara massal? Sebab, adakalanya si anak gimbal meminta sesuatu diluar dugaan.
Ya! Sebelum rambut gimbal si anak diruwat, biasanya mereka akan meminta apa saja yang ia inginkan. Sampai terkadang orang tua tidak mampu membelikannya dengan alasan finansial.
Sebuah permintaan atau yang biasa dibilang mahar ini sebagai dasar bahwa anak telah siap diruwat. Permintaannya pun konsisten. Jika sedari awal sudah mengajukan satu macam permintaan, sampai kapan pun permintaan tetap sama. Meski orang tua atau tokoh adat menawarkan barang lainnya yang mungkin lebih bermanfaat.
Seperti halnya Nafis, yang dari awal meminta es lilin sebagai mahar. Es Lilin yang ia minta adalah es lilin yang istimewa. Adalah es lilin yang dibelikan oleh Mak Iti, isteri Pak Alif. Dan itu harus Mak Iti yang membelikannya. Sebab, kalau orang lain, bisa jadi ruwatannya tidak berhasil dan kemudian suatu saat akan tumbuh lagi rambut gimbalnya. Dan menurut Mbah Naryono, mahar yang terucap setelah bangun tidur adalah permintaan yang tidak bisa digantikan dengan apapun.
Banyak pengetahuan baru yang saya dapat tentang anak gimbal ini. Selain adat, saya juga baru tahu kalau gimbalnya rambut mereka itu tidak sama. Terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
Diskusi ditutup dengan pertanyaan dari salah satu peserta yang ditujukan kepada Pak Alif. Pertanyaannya tersebut yaitu “apakah selama ini ada permintaan dari anak gimbal yang belum bisa direalisasikan?”.
Pak Alif sepertinya sudah sangat hafal dengan permintaan-permintaan anak gimbal. Dan ternyata masih ada yang belum bisa dikabulkan. Sebab, si anak meminta sepeda motor dari Kapolda Jawa Tengah. Memang budaya yang begitu unik.
Terima kasih kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah yang sudah mengajak kami jalan-jalan gratis. Makasih juga buat Mas Alid yang sudah berkabar tentang event ini. Bahagia banget dapat eman baru, yang pada akhirnya menjadi keluarga baru. Big Hug! 😳
Hai, Temans! Sudah pada melingkari kalender bulan Desember belum, nih? Sudah pada tahu, kan, pada akhir tahun ini ada deretan angka berwarna merah…
Matahari masih malu menampakkan sinarnya pada Kamis pagi (4/12). Mendung. Aku pun yang saat itu akan mengikuti kegiatan Familiarization Tour (Fam Trip) ke…