Berkeliling Rumah Dome Teletubbies di New Nglepen, Yogyakarta

Saat memutuskan untuk mengajak Yasmin traveling ke Yogyakarta, berarti aku harus menyusun itinerary wisata ramah anak. Iya, ngga hanya nyenengin diri sendiri, tapi juga nyenengin anak.

Banyak referensi wisata ramah anak di Yogyakarta. Beberapa destinasi wisata yang sudah aku tahu, rata-rata berlokasi di tengah kota Yogyakarta. Salah satunya adalah Kids Fun. Sebenarnya di sini cukup komplit karena tak jauh dari kompleks kids fun juga masih ada beberapa obyek wisata ramah anak. Namun aku belum ingin mengajaknya ke Kids Fun karena usia Yasmin masih terlalu dini untuk menikmati segala permaianan edukatif di Kids Fun. Maka dari itu, aku browsing untuk mencari referensi.

Dan ketika browsing wisata ramah anak di Yogyakarta, Rumah Dome Teletubbies muncul dalam deretan daftar pencarian di laman google. Setelah aku cari tahu lebih lanjut, ternyata dome teletubbies memang sudah lama dijadikan destinasi wisata, bahkan sudah menjadi Desa Wisata bernama The New Nglepen.

Mushola Dome dan lukisan karakter Teletubbies….

Rumah Dome Teletubbies awalnya murni dibangun sebagai tempat tinggal bagi warga yang kehilangan rumah pasca gempa Yogyakarta pada tahun 2006. Tapi ngga disangka, ketika dome ini dipercantik dengan cat warna cerah dan juga gambar karakter kartun serial yang hits pada masanya yaitu teletubbies, desa ini menjadi ramai. Dari sini, aku ingin juga melihat rumah dome, dong. Terlebih menurut laman situs The Dome For The World Foundation, rumah dome hanya ada di 5 negara sasaran penerima bantuan, yaitu Indonesia, India, Belize, Haiti, dan Etiopia. Makin pingin melihat secara langsung.

Seharian di traveling di Yogyakarta, kami sengaja sewa mobil untuk keliling supaya lebih hemat waktu. Mobil yang kami sewa dengan harga Rp 450.000 ini adalah mobil mungil Karimun. Mobil ini dengan gesit mengantar kami traveling sampai ke atas bukit. Setelah singgah di beberapa obyek wisata, berbekal GPS, akhirnya kami sampai di Desa Wisata New Nglepen yang ternyata masuk banget. Bukan pelosok, sih, cuma dari jalan raya utama cukup jauh.

Sekretariat Desa Wisata New Nglepen… Kompleks Rumah Dome Teletubbies…

Sesampainya di New Ngelepen, Mas Anwar, sopir yang super sabar menunggu kami berwisata, memarkirkan kendaraan di samping kiri masjid. Entah tempat parkir atau bukan, yang jelas lahan ini mwnjadi satu-satunya lahan kosong yang bisa digunakan untuk parkir kendaraan.

Hanya beberapa jengkal dari tempat parkir, terdapat dome yang pada bagian dinding depan tertulis Sekretariat. Karena siang itu cuaca sangat HOT, dan wajah si kecil sudah nampak lelah, aku memilih untuk menjaga mood si kecil dengan mengajakanya bermain ayunan. Ya, masih di area tempat parkir, terdapat ayunan dan juga beberapa sepeda yang mungkin termasuk fasilitas yang bisa digunakan untuk keliling desa, melihat dome-dome yang lucu.

Beruntung ada Najwa, perempuan kecil yang tinggal di sini, juga sedang main ayunan. Yasmin pun merasa ada teman. Bahagia banget, dong, bisa ayunan berdua, gitu. πŸ˜‰

RUMAH TELETUBBIES
Membangun mood Kecemut…

FYI, rumah dome teletubbies menjadi satu-satunya bantuan relokasi karena tanah warga yang ambles saat itu ngga bisa dibuat bangunan permanen lagi. Informasi ini aku dapat dari Mas Jon (sebut saja Jon), yang saat itu sedang menjaga sekretariat.

Karena The New Nglepen adalah desa wisata, pikirku ketika sampai sini, aku akan diajak keliling melihat dome yang berjumlah 80 dome sudah termasuk fasilitas seperti Mushola, Puskesmas, dll. Dengan membayar Rp 5.000 per orang, yang saat itu dibayarkan di sekretariat, ngga ada penawaran apapun dari Mas Jon. Mungkin karena kami tiba di lokasi pas banget jam istirahat yaitu jam 12.00 WIB, Mas Jon sudah lelah.

Bagi wisatawan, Pokdarwis menetapkan tarif masuk yang berbeda sejak awal 2008 hingga tarif terbaru saat ini, yang dipatok sebesar Rp5.000 per orang. Padahal di beberapa artikel yang aku baca, di sana terdapat gerobak tradisional yang ditarik dengan sapi dengan membayar Rp 20.000 per orang. Duuuh…udah kebayang bahagianya si kecil naik karapan sapi. Hahaha.

Bangunan tambahan di belakan dan samping rumah dome…

Tak hanya gerobak sapi, desa wisata ini juga terkenal dengan bukit teletubbiesnya. Wisatawan dapat camping juga untuk melihat sunrise atau sunset yang katanya cakep. Menurut Mas Jon, yang paling ramai, tuh, out bound. Hasil kunjungan wisatawan dari 2008 sampai sekarang yang direkap dalam white board, angkanya begitu melejit. Mulai dari 300 orang sampai sekarang kisaran 38.000 orang tiap tahunnya. Amazing, ya. Bisa dibilang ramai.

Pendapatan wisata ini, selain digunaan untuk membayar pokdarwis yang aktif mengelola desa wisata, juga digunakan untuk membayar Pajak tanah senilai Rp 15 juta yang dibebankan kepada warga. Ini sungguh istimewa. Ngga kebayang jika ngga dibuat desa wisata, ya. Kasihan warga sini.

Sayangnya, di sana kami hanya duduk-duduk manis di dalam dome sekretariat sambil tanya ini itu seputar dome, melihat dalamnya dome, dan dokumentasi yang menempel di dinding dome sekretariat. Tapi tak mengapa, setidaknya aku dan Yasmin sudah berkeliling desa Nglepen yang isinya rumah dome, rumah yang tak pernah kami jumpai di desa lain.

DESA WISATA TELETUBBIES
Keliling Desa Nglepen…

Kami hanya bisa bertahan sepuluh menit di dalam rumah dome. HOT banget, euy. Hanya ada satu fentilasi dowang dalam rumah dome ini. Duuh…ngga kebayang yang tiap hari menghuni dome, belum lagi jika di luar matahari sedang terik.

Oiya, meski konsep dome ini dibuat warna-warni dan beberapa gambar pada tiap dinding dome mengacu pada serial anak teletubbies, namun desa wisata nglepen ngga begitu rekomen untuk wisata ramah anak. Selain panas banget, ngga ada kegiatan khusus buat anak-anak kecuali out bound. Wahana permainan anak pun masih minim. Ekspektasiku, tuh, kami di sini akan disuguhi gelaran permainan atau pertunjukan yang cocok untuk anak-anak karena ikon Teletubbies begitu kuat di desa wisata ini. Badut Teletubbies, misalnya. Mungkin karena kami hanya bertiga, dan lagi ngga beruntung, jadi ngga menjumpai pertunjukan-pertunjukan meskiΒ weekend.

Rumah dome ini hanya digunakan untuk ruang tamu, tempat tidur, dan dapur dengan satu kompor kecil. Sementara untuk kamr mandi, warga masih menggunakan kamar mandi umum atau kamar mandi yang dibangun untuk bersama. Satu kompleks disediakan satu sampai dua kamar mandi. Namun bagi warga yang punya rezeki labih, mereka mulai menambah bangunan di samping dome untuk kamar mandi dan juga dapur. Memang, kelihatan merusak pemandangan, tapi karena kebutuhan, ngga bisa menyalahkan juga.

Semoga dengan makin banyaknya minat wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Nglepen, Pokdarwis bisa memperbaharui atau membuat konsep yang sesuai dengan karakter Desa Wisata tersebut. πŸ™‚

Desa Wisata The New Nglepen