Jalur Pendakian Bukit Pangonan Lewat Museum Kailasa

Jalur Pendakian Bukit Pangonan – Merasa tenang ketika seorang teman memberi kabar bahwa ia akan menjemputku di SPBU Kalierang, Wonosobo. Ia mengabari kalau dirinya sudah siap menuju Kalierang. Sementara aku masih di dalam BUS, perjalanan dari Banjarnegara menuju Wonosobo.

Kali ini kami ke Dieng (lagi) berniat menelusuri jalur pendakian Bukit Pangonan lewat Museum Kailsa. Trekking kali ini semacam survey, supaya nantinya ada gambaran sebelum menetapkan untuk mendirikan tenda Bukit Pangonan.

Akses Bukit Pangonan Lewat Museum Kailasa.

Tiba lah kami di tempat parkiran Kompleks Candi Dieng, Banjarnegara. Melihat banyaknya BUS besar dan juga motor trail yang berderet di parkiran, nggak menyurutkan niat kami untuk turun menapaki anak tangga menuju kompleks Candi Dieng.

Tanpa pikir panjang, kami melanjutkan perjalanan untuk menelusuri jalur pendakiannya lewat Museum Kailasa. Trekking ke Bukit Pangonan bisa menjadi pilihan alternatif ketika sudah sampai kompleks Candi Dieng. Selain sebagai olah raga, pemandangan sekitar bukit Pangonan ini indah banget.

Kami sampai kompleks candi pukul 09.30 WIB. Belum terlalu siang untuk mendaki ke bukit tersebut. Apalagi trekkingnya nggak memerlukan waktu lama. “Hanya membutuhkan 30 menit saja!” Ujar tukang parkir di kawasan museum. “Aaah…kalau saya cukup 15 menit sudah sampai puncak Pangonan”. Ucap tukang parkir satunya.

GARDU PANDANG MUSEUM KAILASA
Gardu Pandang Museum Kailasa. . .

Coba perhatikan foto di atas. Kami mulai berjalan dari parkiran Kompleks Candi Dieng menuju Museum Kailasa, kemudian naik ke gardu pandang, gazebo paling pojok atas sebelah kanan. Gazebo ke lima, gazebo terakhir sebagai titik awal trekking menuju Bukit Pangonan dimulai.

Berjalan kurang lebih satu meter dari gazebo paling atas, kita bisa melangkah, menyeberang, melompat, atau apa lah. Intinya nggak memilih jalan lurus. Setelah itu, kita bisa meneruskan perjalanan melewati jalan setapak sampai menemui jalan raya berbatu alias nggak beraspal.

AKSES JALAN MENUJU GUNUNG PANGONAN
Pipa besar!

Meski belum beraspal, tapi bebatuan tertata rapih. Kita bisa memilih arah kiri, sampai menjumpai anak tangga yang berada di atas pipa besar milik Geo Dipa Energi Dieng. Tetap semangat, terus berjalan sampai menjumpai ladang sayur milik warga. Banyak tanaman kentang, wortel, purwaceng, dan juga buah carica.

LADANG GUNUNG PANGAONAN DIENG
Panen kentang euy!

Kalau sudah menjumpai ladang sayuran ini, kita harus melanjutkan perjalanan ke Bukit Pangonan dengan memilih arah kanan untuk mulai mendaki mencapai puncak Bukit Pangonan.

Di sepanjang perjalanan, hanya terdapat satu jalan setapak. Temanku menyebutnya jalan Babi. Tenang, nggak ada jalan cabang, kok. Jadi, cukup meminimalkan salah jalur, atau kesasar. 😆 Ada baiknya teman-teman memakai masker, ya. Debu di bukit ini masih cukup tebal. Berbeda dengan Gunung Prau, dimana tanahnya sudah menyatu dan hijau.

Jalan pendakian menuju Bukit Pangonan lewat Museum Kailasa cukup landai. Aku jadi ingat pas pertama kali ke Bukit Sikunir. Tanjakannya 11-12 dengan Bukit tersebut.

Sebentuk harapan dan pertanda baik jika di tengah perjalanan kamu menjumpai pohon Pringgodani. Banyak pohon bambu kecil dimana daunnya bikin gatel kalau nyentuh kulit. Kurang lebih lima belas menit dari “goa Pringgodani” ini, kita bisa belok kanan mengikuti anak panah kecil untuk menikmati pemandangan apik berupa Telaga Merdada. Telaga ini bisa kita nikmati dari bukit Pangonan, tepatnya sebelah kanan Candi Wisanggeni.

TELAGA MERDADA DARI GUNUNG PANGONAN
Penampakan Telaga Merdada. Sampah detected!

Ya, di bukit ini memang terdapat Candi yang belum lama ditemukan oleh warga Dieng Kulon. Masuk kawasan Candi, pemandangan Telaga Merdada yang tenang akan tampak jelas. Tapi, jangan dulu merasa puas dengan pemandangan tersebut. Sebab, masih ada pemandangan puncak Bukit Pangonan!

PEMANDANGAN GUNUNG PANGONAN DIENG
Sedikit pemandangan Bukit Pangonan!

Langkahkan kaki atau berlari sekencang mungkin! Kurang lebih sepuluh menit dari lokasi Candi Wisanggeni, kita akan menemukan puncak Gungung Pangonan. Puncak bukit yang menyajikan padang savana dimana di tengahnya banyak terdapat tanaman Cemeti, dan juga Purwaceng.

Ngomongin padang savana, aku jadi ingat The Six Point Ranch. Sebuah peternakan berburu di California tepatnya di Lembah Potter California Utara. Kita bisa berburu mulai dari lembah hingga puncak gunung. Pegunungannya ini mirip-mirip Bukit Pangonan yang mana masih terdapat cukup banyak satwa liar.

Selain satwa liar yang jumlahnya banyak banget, bentang alam The Six Point Ranch juga sangat beragam, air yang berlimpah, dan lokasi yang mudah diakses. Properti penting ini menonjol sebagai contoh langka dari peternakan berburu California berskala besar yang menggabungkan sumber daya rekreasi dan pertanian multi-segi dalam satu paket lengkap. Seperti apa keseruan kegiatan di sana, cek saja melalui situs resminya di www.sixpointranch.com.

Selamat Datang di Bukit Pangonan atau Telaga Sumurup.

Bukit Pangonan mempunyai nama lain Telaga Sumurup karena dulunya di puncak bukit tersebut terdapat telaga Sumurup. Saat ini, air telaga tersebut telah surut, oleh karena itu masyarakat di sekitar kawasan itu menyebutnya telogo Sumurup.

FYI, terdapat setidaknya tiga jalur pendaikian menuju Bukit Pangonan. Pertama, lewat Museum Kailasa dan kendaraan bisa diparkirkan di kompleks Candi Dieng. Kedua, lewat Kawah Sikidang dan kendaraan diparkirkan di kompleks Kawah. Namun, akses melalui kawah ini katanya cukup terjal. Lebih aman menggunakan tansportasi Jeep untuk menuju puncak Bukit. Ketiga, lewat Telaga Merdada dan kendaraan diparkirkan di Terminal Merdada. Tapi, kabarnya kurang aman. Jalur ini jarang banget digunakan untuk trekking. Tapi, kalau sudah di Telaga Merdada, ya mending lewat jalur ini.

Menurut pengalamanku, pendakian ke Bukit Pangonan lebih aman lewat Museum Kailasa, kemudian turunnya lewat Kawah Sikidang jika ingin mendapat suasana atau pemandangan yang berbeda.

Teman-teman ada yang pernah ke Bukit Pangonan? Boleh berbagi cerita lewat kolom komentar, ya. Ditunggu~~

Mengejar Sunrise di Sikunir, Dieng

Mengejar Sunrise di Sikunir, Saya bersama Mba Alaika Abdullah, Mba Ririe Khayan dan Jeng Una Wibawa mempercayakan kepada alarm untuk membangunkan kami. Suara alarm berbunyi silih berganti dari handphone mba Rie dan mba Al. Suara alarm yang paling WOW adalah miliknya mba Rie, entah berapa lagu yang kudengar dari alarm itu. Alarm yang disetel mulai dari pukul 03.00 WIB pun belum berhasil membuat kami bangun. Mba Al yang bangun pertama kali, membangunkan kami bertiga untuk segera bergegas sebelum matahari terbit.

Kami berangkat dari penginapan kurang lebih pukul 03.30 WIB. Kami diantar mas sopir untuk menuju bukit sikunir. Sebenarnya jarak dari penginapan ke sikunir tidak jauh, tetapi karena mas sopir belum paham jalan, kami sempat kesasar. Lho, guidenya gimana sih? Maaf, guidenya (Saya) belum pernah sampai bukit sikunir jadi belum tau jalan. Jalan menuju sikunir sudah lumayan bagus. Jika Anda menggunakan mobil, saat mulai masuk kawasan sikunir harus hati-hati, karena jalannya hanya bisa dilewati satu mobil.

Telaga Cebong
Telaga Cebong, di Bawah Bukit Sikunir

Banyak wisatawan yang mendatangi bukit sikunir. Ada yang memilih untuk membuat tenda disekitar telaga cebong, ada juga yang memilih untuk menginap di homestay milik warga. Pengunjung hanya diperbolehkan membuat tenda di bawah bukit, karena di bukit sikunir tidak boleh digunakan untuk camping. Telaga cebong yang terletak dibawah bukit sikunir telihat sangat indah, apalagi kalau dilihat dari atas. Ingin rasanya njebur di telaga cebong yang bersih itu, tapi aku takut. :mrgreen:

Pendakian Sikunir
Lereen disiit, keseel. . .

Jika kita mempunyai keinginan yang baik, maka kita harus berusaha sekuat mungkin untuk medapatkannya. Lihatlah, cuplikan di atas. Mereka adalah pengunjung dari penjuru dunia yang mempunyai keinginan untuk mengejar sunrise di sikunir. Untuk sampai ke bukit sikunir, saya berhenti sampai 3x. Sangat miris untuk bocah seumuran saya, mendaki saja sampai berhenti 3x dan nafasnya tidak beraturan gitu. SAya kalah sama Mba Al dan Mba Rie. Kalau Una si jangan ditanya, dia paling jago dalam hal mendaki. Saya sampai heran, dengan semangatnya Una itu lho. Kalau pakai interval , sepertinya jarak saya dan una saat mendaki bisa 1 kilo-an. Owalaaaaaaaah. . .

Sunrise Sikunir
Sunrise di Sikunir
Wisatawan Sikunir
Berebut photoo. . .

Terbayar sudah ngos-ngosan ini saat melihat sunrise di sikunir. Meskipun saat naik tidak bareng dengan mereka, saya masih bisa mengejar sunrise di sikunir walaupun tidak berhasil 100% si. Saat saya sampai bukit, ternyata sudah banyak pengunjung di sana. Yaaaaaa, serasa mimpi saja bisa sampai bukit sikunir. Apalagi pernah pesimis mau ambil jalan pulang. Haaah? Segitu dowang nyali loeeee? 😛

Action di Sikunir
Action di Sikunir. . . :mrgreen:
Una Una Una
Dora Una Mulai beraksi

Pukul 05.00 WIB, di bukit sikunir sudah mulai cerah ceria. Pemandangan langit biru bagus banget. Berusaha naik keatas batu membuat hati deg-degan, takut jatuh karena bawahnya langsung jurang. Lihatlah Dora Una, dengan berbekal kamera dan peta yang ada di dalam tas kuning, dia berhasil naik ke atas batu. Sebernarnya dia takut lhoooo. . .

Narsis bersama Bule
Narsis bersama para lelaki. .. :mrgreen:

Sedari awal melihat Mas Bule yang datang dari Prancis, Mba yang memakai jilbab ungu sangat tertarik untuk berfoto ria bersama mereka. Dengan bantuan Mba Al yang mencoba berkomunikasi, akhirnya foto bareng sama mas-mas bule pun terlaksana. Mas Bule yang tengah itu lho, yang menjadi sasaran Mba Rie.

Turun dari Sikunir
Turun dari Bukit Sikunir

Pendakian untuk mengejar Sunrise di Sikunir telah selesai. Karena sudah siang dan masih ada beberapa objek wisata yang belum dikunjungi, kami  pun turun dari bukit dengan hati riang. Kalau masalah turun, saya bisa lari atau mabur. Tapi berbeda dengan Una, dia kalau turun gak bisa banter, katanya sih kakainya ngiluuuuu.

Sunrise Sikunir
Sunrise Sikunir