Nyaoto di Pinggir Hutan, Gimana Rasanya?
Berencana piknik ke hutan atau naik gunung dalam keadaan perut kosong, kini ngga perlu khawatir kelaparan. Sebelum masuk kawasan hutan (bagian dalam), banyak para penjual yang menjajakan makanan di pinggir jalan atau di sekitar pintu masuk. Khususnya hutan dan atau gunung yang sudah ramai dikunjungi para petualang.
Saat berkunjung ke Bukit Sikunir beberapa bulan yang lalu, misalnya. Surprise banget melihat banyak penduduk setempat yang berjualan di pinggir jalan menuju bukit. Bahkan, sampai di puncak pun ada beberapa pedagang yang menjual makanan serta minuman hangat. Ngga seperti dulu, di mana hanya ada dua penjual minuman hangat dan mie instant di puncak bukit.
Lebih waah lagi, ketika aku kembali berkunjung ke Gunung Prau. Selain jalan menuju puncak prau sudah seperti jalan tol, banyak berderet warung mini yang menjual camilan khas Wonosobo, seperti Tempe Kemul. Warung tersebut berdiri di kaki gunung prau.
Sama halnya saat aku piknik ke Bogor. Usai menunjungi Pura Parahyangan Agung Jagatkartta, Bogor, aku bersama seorang teman merasa perlu menyantap makanan yang hangat dan menyehatkan. Cukup lama berkeliling mencari makan di sekitar pura, tapi ngga menjumpai warung yang menjual makanan sehat. Kami membutuhkan nasi, bukan yang instan, gitu. 😀
Karena memang ngga ada makanan yang langsung bikin kenyang perut, kami memutuskan untuk melanjutkan piknik ke Curug, di mana lokasinya ngga begitu jauh dari Pura.
Dalam satu kawasan terdapat tiga Curug yang -niatnya- akan aku singgahi. Iya, aku dowang, karena temanku malas naik menuju dua curug di mana lokasinya cukup jauh dari curug pertama yang berada di bawah.
Awal malasnya karena perut dari pagi belum terisi apa-apa. Meskipun dia bisa betah ngga makan, tapi yang namanya habis perjalanan tetap saja lapar, ya. Tapi, setelah menjumpai warung makan yang berada di pinggir hutan, dekat pintu masuk, kok, aku ikut malas “menghabiskan” curug. 😀 Pinginnya makan!
Warung yang kami singgahi menyediakan nasi rames, soto dan mie rebus. Sudah pasti aku memilih soto; kuahnya hangat, begitupun dengan nasinya.
Sajian Soto Bogor beda banget dengan soto yang sering aku makan. Kuah soto terpisah dengan nasi, irisan daging ayam ngga nangung. Ini paling penting, kan? 😀 Segarnya udara hutan tersamarkan dengan irisan tomat yang menjadi campuran kuah soto. Aroma daun serainya juga bikin soto ini makin segar, harum.
Bukan karena sedang lapar saja, soto yang aku pesan ini hangat-hangat segar. Terlebih, ada tambahan lauk tempe bacem fresh from oven. Yups, lauk yang disediakan di warung ini serba hangat, karena memasaknya nunggu ada yang mau beli. Meski demikian, jeda antara pemesanan dengan antar makananya ngga begitu lama. Ngga sampai bikin pembeli uring-uringan. 😛
Teman-teman punya rencana ke Curug Nangka atau CuNang? Sempatkan makan soto di sini sebelum naik-naik ke Curug. Menikmati soto di pinggir hutan, tuh, terasa beda. Segarnya triple delapan belas. Suwer…. 😀
Baca juga; Saoto Bathok, Yogyakarta.
Juvmom
Sotonya gak pake santen yah?
Enak tuh kayaknya
Lyliana Thia
Sedap sekali sotonya, Idah…
Memang enak pastinya makan soto di pinggir hutan.. Hangat dan dingin…
Seru… ^_^
bukan ustadz
wah seger banget ya
Lidya
seger loh pake tomat sotonya Idah, disini biasa gitu
lianny hendrawati
Enak nih soto anget dimakan pas hawa dingin gini 🙂