Rupa-rupa Pesta Budaya Kalilunjar
Rupa-rupa Pesta Budaya Kalilunjar – Sebuah foto yang di dalamnya melintang banner betuliskan “Gebyar Dolanan Bocah” cukup menyita perhatianku. Foto tersebut dibagikan oleh Mas Jojo, Ketua Pokdarwis Desa Kalilunjar, lewat twitter. Di dalam foto terlihat konsep dan tatanan tepat acara cukup sederhana namun ada kesan istimewa. Aku bilang istimewa karena anak zaman now yang lebih sering nongkrong di Mal, kemudian disuguhi pemandangan rumah yang terbuat dari jerami dan di depannya terdapat lesung yang makin dijumpai. Ada rasa penasaran dan ingin segera mendatangi acara tersebut.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Melalui direct message, Mas Jojo mengundang aku untuk turut menikmati atmosfer Kalilunjar saat hari jadi desa Kilunjar berlangsung. Ya, gebyar dolanan bocah merupakan salah satu acara Pesta Budaya Kalilunjar yang berlangsung pada tanggal 26-29 Agustus tiap tahunnya. Percakapan terus berlanjut samai akhirnya Mas Jojo berkeninginan untuk menghadirkan teman-teman Blogger dari kota sebelah. Ya sudah, aku colek teman-teman Mbakyu Blogger Wonosobo dan Blogger Banyumas.
Ajakan aku kali ini memang terkesan mendadak dan sedikit memaksa teman-teman. Dengan beribu minta tolong, mereka pun akhirnya bisa hadir ke Kalilunjar. 😀 Dengan segala drama sejak kedatangan kami jam 14.00 WIB, akhirnya kami bisa berdamai dengan diri ketika melihat kekompakan masyarakat Desa Kalilunjar malam itu. Inilah rupa-rupa pesta budaya Kalilunjar. 😉
Obor Ambal Warsa.
Lampu warna-warni yang berada di area BAS (Bukit Asmara Situk) dan sepanjang perjalanan menuju Pendopo Purwosari mulai dinyalakan pada sore hari. Lampu buatan remaja desa hanya digebyarkan saat hari jadi Desa Kalilunjar. Hari biasa, lampu secakep ini ngga bakal ada di pelataran BAS, apalagi di pinggir jalan raya.
Suasana malam makin meriah ketika seluruh masyarakat berkumpul di Pendopo untuk menyaksikan acara Obor Ambal Warsa. Acara yang djadwalkan pukul 19.00 WIB, sempat molor karena menunggu persiapan dari masyarakat.
Aku kira acara ini seperti pawai obor pada umumnya. Dan ternyata, ada beberapa hal yang harus ditaati oleh masyarakat yang akan mengikutinya. Salah satu ketaatan itu adalah pemakaian baju adat. Ya, selain membawa obor yang terbuat dari bambu serta oyod genggong, seluruh masyarakat yang bertugas harus mengenakan pakaian adat setempat. Baju adat motif lurik dengan bawahan celana warna hitam dengan dibalut kain jarik.
Setelah semua siap, dengan dipimpin oleh pemangku adat, masyarakat mulai berjalan kaki dari Pendopo Purwosari menuju Dukuh Genggong, dukuh yang dulunya sebagai pusat Desa.
Acara Obor Ambal Warsa menjadi tanda bahwa, esok hari akan diselenggarakan upacara adat yang bernama Boyong Oyod Genggong.
Boyong Oyod Genggong.
Pagi hari di sekitar Pendopo Purwosari cukup ramai. Nampak beberapa tamu undangan telah menempatkan diri di kursi yang telah disiapkan. Aku dan teman-teman Blogger pun turut merapat ke Pendopo.
“Ini kok yang duduk hanya tamu undangan, ya. Kemanakah masyarkat setempat?” Batinku ketika sudah berada di sekitar Pendopo.
Setelah aku cari tahu, ternyata mereka sedang melangsungkan acara sakral Boyong Oyod Genggong. Iyaaa, aku ketinggalan kereta, padahal sudah diberitahu kalau acara dimulai jam 07.00 WIB. Alasannya, sih, telat bangun karena malamnya begadamg sama si Kecemut. Hahaha. Tak mengapa, aku masih bisa menunggu mereka di Pendopo karena acara tersebut itu dimulai dari Dusun Genggong menuju Pendopo Purwosari.
Acara Boyong Oyod Genggong bisa dikatakan kebalikan dari acara Obor Ambal Warsa. Maksudnya, setelah malamnya masyarakat berbondong-bondong dari Pendopo Purwosari menuju Dusun Genggong, pagi harinya Oyod Genggong kembali diboyong atau diarak oleh warga menuju Pendopo Purwosari.
Oyod atau dalam bahasa Indonesia berarti akar. Genggong yaitu nama Dukuh pertama kali yang berpenduduk. Karena masyarakat Dukuh Genggong makin lama makin banyak, maka zaman dahulu kala, pemerintahan setempat perlu memindah tata pemerintah ke tempat yang lebih luas yaitu Dukuh Purwosari. Dan yang diboyong sebagi tanda, tuh, beneran akar yanv usianya sudah ratusan tahun itu. *ini kalau ada kesalahan informasi, siap memperbaharui*. Hahaha.
Ngga hanya Oyod Genggong saja yang diarak saat peringatan hari jadi, ada gunungan yang berisi hasil bumi juga. Uniknya nih, disepanjang jalan dari Dukuh Genggong menuju Pendopo, masyarakat ngga hanya sekadar jalan mengikuti lajur jalan. Namun ada beberapa atraksi yang dipertontonkan, semacam sendratari, gitu.
Aku sempat menyaksikan saat ada dua tokoh -yang aku ngga tahu namanya- mereka seperti berperang saat melintasi sebuah sungai kecil sebelum Pendopo. Kalau kata masyarakat, sungai tersebut bernama Kaliwewe. Entah mereka memperebutkan apa, yang jelas atraksinya menarik banget. Pun dengan pakaian yang mereka kenakan. Uuwh…penasaran dengan kostum dan penampilannya? Kalin wajib datang ke event ini tahun besok. 😛
Bisa dibilang, Boyong Oyod Genggong merupakan puncak event Parade Budaya Kalilunjar karena memang event ini diadakan untuk memperingati hari jadi Desa Kalilunjar. Ya…meski setelahnya masih ada hiburan wayang kulit semalam suntuk sebagai penutup acara.
Jajan Tradisional di Pesta Pala.
Usai prosesi Boyong Oyod Genggong, sebagian masyarakat berkumpul di Pendopo untuk menyaksikan serah terima Oyod Genggong dan berebut gunungan hasil bumi.
Nah, karena jalan tambah macet, aku pun mulai curiga, jangan-jangan Pesta Pala sudah dimulai. Uuwh…dan ternyata betul! Beberapa Buk Ibu perwakilan per RT sedang menyiapkan tempat untuk pesta. Ngga hanya tempat, sajian kuliner khas setempat pun mulai digelar di lapak yang telah mereka buat.
Pesta Pala merupakan sebuah pesta rakyat yang beneran nyata. Masyarakat membuat camilan dan kuliner khas setempat, lalu ditawarkan kepada para pengunjung, baik masyarakat setempat maupun wisatawan. Dan yang membuat surprise, mengambil jajan atau kuline sebanhak apapun, bayarnya seikhlasnya. Dudududu…ada nasi jagung, peyek jui, buntil, urab, sedeep bangettt. Belum lagi jajanannya.
Kenapa dinamai Pesta Pala? Karena olahan kuliner dan jajanan khas yang disuguhkan sebagian besar dari bahan dasar Palawija, baik dari jenis Pala Pendem seperti umbi-umbian, maupun Pala Gantung seperti jagung dan buah-buahan.
Desa Kalilunjar ini ada lenih dari 20 RT (Rukun Tetangga), kalian bisa membayangkan ramainya pesta ini, kan? Apalagi hampir tiap RT menampilkan aneka olahan. Pokoknya keguyupannya patut ditiru. Persiapannya nampak matang dari segala sisi termasuk pakaian yang dikenakan para penjual. Canteeek-canteeeek.
Hiburan Gejog Lesung.
Kalian tahu, kan, bahwa lesung pipi sukses menjadikan perempuan makin manis? Tapi bukan itu yang mau aku ceritakan. Hahaha.
Lesung yang dijadikan sebagai wadah gabah, manambah suasana Pesta Pala makin pecah. Apalagi setelah jajanan mulai ludes. Seakan perhatian tertuju pada personil gejog lesung. Mereka adalah sekumpulan mbah-mbah sing zaman semono ahli banget menumbuk padi dengan gejog atau alu di lesung. Gejog sambil geal-geol, gitu.
Dan saat itu juga, mereka seperti bernostalgia. Gejog yang ada di dalam genggaman, mulai mereka mainkan. Hitungan untuk menjadikan suara tabuhan yang enak didengar pun dimulai. Sampai di tengah hitungan seperti ada kesepakatan untuk sebuah nada tiap gejog, merekapun tertawa bahagia sambil goyang-goyang, gitu. Hahaha.
Selain wedang Jembawuk yang rasanya antk maenstream, ada yang musti kalian tahu lagi. Bahwa, ngga hanya para pejabat dan orangtua saja yang mengenakan baju adat, gitu. Para remaja dan anak-anak kecil pun turut mengindahkan acara ini dengan mengenakan pakaian adat atai baju khas desa, lengkap dengan penampilannya kucir dua atau gelungan. 😉
Terima kasih Mas Jojo atas pengalaman yang menarik ini. Buat Mas Ipong juga yang sudah berkenan mengantar kami ke sana ke mari, sudah mau direpotkan. Tak lupa keramahan warga yang luar biasa, terima kasih. Maaf jika ada salah kata dan tingkah selama dua hari satu malam di Desa Kalilunjar, ya.
Sampai jumpa di pesta budaya Kalilunjar Tahun 2018. Ditunggu atraksi menarik lainnya, dan kejutan pada tiap acara ya, Kaak Pokdawris Kalilunjar.
Ella Fitria
Jajannya kok bikin ngiler ya
Manik
Wah Menarik, perlu dipromosikan ini mas..
Selamat Hari Air
Maturnuwun sudah berkenan mampir ke kampung kami Bu, semoga tidak kapok njih. Maaf kalau dalam menjamu kurang maksimal