Inilah Calon Bandara Lanud Wirasaba, Purbalingga
Wirasaba, sebuah nama Desa di Kabupaten Purbalingga kini makin ramai diperbincangkan oleh para pejabat tinggi Daerah. Bukan desanya yang menjadi bahan obrolan, melainkan…
Wirasaba, sebuah nama Desa di Kabupaten Purbalingga kini makin ramai diperbincangkan oleh para pejabat tinggi Daerah. Bukan desanya yang menjadi bahan obrolan, melainkan…
L O V E! Rangkaian abjad tersebut tersusun rapih di depan pintu masuk Usman Janatin City Park. Ngga hanya itu, lambang LOVE juga terpampang manis di antara abjad dengan warna yang cerah. Bisa diartikan, bahwa taman tersebut penuh cinta. Iyaaa, kaaaan?
Usman Janatin, adakah diantara Teman-teman yang mengenalnya? Jujur, aku NOL banget kalau ngomongin tentang orang-orang yang berjasa bagi tanah air, Indonesia. Seperti halnya Usman Janatin. Ngga banyak tahu latar belakang mereka, apalagi kisah detilnya. *ya nasiib* Makanya, aku senang dengan munculnya nama-nama tempat wisata atau apapun yang menggunakan nama pahlawan. Ngga hanya ingin sekadar tahu, tapi juga akan menambah daftar bacaan dan pengetahuan baru bagiku.
Membaca di beberapa situs online, blogdetik salah satunya, bahwa Usman Janatin adalah pahlawan nasional yang dihukum gantung di Singapura pada 17 Oktober 1968. Sebagai prajurit Angkatan Laut, Usman menjadi bagian dari prajurit perang yang dicanangkan pemerintah RI terhadap Malaysia kala itu. Dihukum gantung! Perjuangannya luar biasa banget.
Aku termasuk perempuan yang betah berlama-lama di taman hanya untuk sekadar menunggu bayangan Mamas Nicholas. Ngga heran, saat tahu ada Taman yang tergolong baru di Purbalingga, kota kelahiran Usman Janatin, aku mengajak Tante untuk duduk-duduk syantik di sana.
Taman yang lokasinya kurang lebih 1,5 km dari alun-alun Purbalingga, dulunya adalah ex pasar kota dengan luas kurang lebih 16.000 meter persegi. Berbeda dengan taman terbuka lainnya yang pernah aku singgahi, Taman Usman Janatin memiliki konsep yaitu taman rekreasi keluarga. Yups, rekreasi bersama keluarga dengan prinsip yang penting anak-anak senang!
Anak-anak bisa betah di taman ini karena ada wahana permaianan meski belum banyak. Empat permainan yang rutin beroperasi yaitu kereta mini, bom bom car, istana balon, happy swing, worm coaster dan sepeda roda tiga. Tiket wahana tersebut bisa dibeli di loket permaianan dengan harga mulai Rp 5.000-Rp 10.000 per wahana.
Saat itu, kami datang cukup pagi, kisaran pukul 10.00 WIB. Wahana permainan belum ada yang mulai beroperasi. Hanya nampak para karyawan yang santai bebersih di sekitar kawasan taman. Beberapa warung dan cafe juga belum ada yang dibuka. Kami benar-benar hanya narsis di sini, tanpa cemal cemil.
Setelah bertanya kepada salah satu penjaga wahana, ternyata taman mulai ramai pengunjung sekitar pukul 14.00 WIB. Pada jam tersebut, wahana sudah mulai dijalankan. Begitu juga dengan warungnya sudah mulai dibuka.
Untuk bisa masuk taman ini, pengunjung harus melewati portal yang berada di sebelah kiri kawasan taman. Portal tersebut merupakan pintu masuk sekaligus pintu keluar taman. Melalui portal, pengunjung cukup mengulurkan uang sebesar Rp 2.000 kepada penjaga untuk biaya parkir sepeda motor. Sedangkan biaya tiket masuk ngga ada.
Taman Usman Janatin yang dikelola dibawah manajemen Owabong memang mempunyai konsep taman rekreasi keluarga, namun ngga sedikit pengunjung remaja yang berdatangan. Termasuk kami, remaja unyu-unyu bathok. Kebanyakan, sih, anak sekolah. Sepulang Sekolah, mereka sengaja mampir Taman untuk menghabiskan siang, atau mengerjakan tugas di bawah tenda yang telah disediakan.
Selain wahana permainan, Taman ini juga menyediakan panggung hiburan untuk perform para pelajar dan juga umum saat akhr pekan tiba. Kata Mas Widi, salah satu karyawan, panggung hiburan selalu ramai meski hanya band indi yang mengisi.
Melihat panggung yang cukup luas itu, kaki aku gatal pingin melangkah, naik ke atas panggung. Kemudian nggebugi drum. Sayangnya, ngga ada alat musik satupun yang tertinggal. Hahaha *nggebugi Tante baen* Yaaaa…karena merasa sudah terjamah semua, aku bersama Tante meninggalkan Taman tepat pukul 13.00 WIB, saat wahana permaianan mulai pemanasan. 😀
Btw, di daerah Teman-teman ada taman rekreasi keluarga macam Usman Janatin City Park? Baca juga tentang Perwira Art Museum. 🙂
Lokasi:
Jl. A. Yani No. 57, Purbalingga, Jawa Tengah.
Jam Buka Wahana Permainan:
Senin-Sabtu: Pukul 14.00-22.00 WIB.
Minggu: Pukul 08.00-23.00 WIB.
Baca juga Taman RTH Purbalingga
Usai menyusuri Goa Lawa, saya bersama seorang teman perempuan, Mikha, duduk di trotoar dekat pintu keluar. Meluruskan kaki, sembari melihat keceriaan anak-anak sekolah…
Aku mulai menepi saat Tante masih terlihat asyik tiduran di atas ban mengikuti arus air. Beranjak dari kolam arus, aku langsung menuju locker…
Kecanduan Me Time di Waterpark Owabong – Weekend (18/10), adik perempuan yang biasa saya panggil Tante, mengajak ke Owabong yang merupakan waterpark yang paling tersohor di Kota Perwira, Purbalingga. Perjalanan ke Owabong dari rumah Tante, Kembangan, membutuhkan waktu empat puluh lima menit, karena kami saat itu belum paham rutenya. Sesampainya di sana, kami langsung membeli tiket masuk seharga Rp 23.000.
Tante cukup sering ke Owabong, jadi sudah hafal dimana tempat untuk menitipkan barang, untuk sewa ban, dan tempat yang bisa buat kami betah.
Berjalan kurang lebih tiga menit dari pintu masuk, kami langsung menuju tempat penitipan barang dan kemudian ganti baju. Sebelum nyemplung, saya melihat ada Flying Fox di dekat kolam anak. Jadilah kami bermain flying fox terlebih dahulu.
Bersiap-siap…kami request landingnya minta basah sebagai pemanasan. 😆 Kaki, tubuh masuk kolam sesat. Dan….byuurr…kami sampai di kolam arus. Di kolam arus ini banyak orang yang menikmati air menggunakan ban. Saya pun tertarik untuk ikut menyewa ban!
Sampai se dewasa ini, saya baru pertama kali sewa ban di waterpark. 😆 Dan ternyata asyik juga duduk di atas ban, kemudian berputar mengelilingi kolam arus. Apalagi kalau dapat bonus guyuran ember tumpah! Byuuur again!
Tepat di bawah ember tumpah, kami bertemu dua perempuan yang nampaknya juga sedang menikmati weekend. Kami cukup lama bermain bersama mereka. Sampai akhirnya kami keluar dari kolam arus, menepi sebentar untuk makan lutisan yang aku beli di Bus, kembali bertemu dengan dua perempuan itu lagi. Namanya Mbak Lia dan Mbak Desi.
Mereka berbagi cerita kalau sudah nyobain prosotan dua kali. Saya jadi ingat, sebelum berangkat Tante sempat bilang ingin main prosotan. Sebenarnya saya agak was was, khawatir dengan Tante yang belum bisa cipak-cipuk di kolam. Tapi karena ada bantuan si BAN, saya berani main prosotan.
Usai bermain prosotan, Tante mengajak aku untuk berrendam di Kolam Ari Hangat. Judulnya, sih, kolam air panas. Tapi, airnya anget kok. #songong. Baik di kolam utama, maupun kolam anget ini, kami banyak banget berceloteh. Apa saja dibicarakan, dan kesemuanya adalah cerita tidak penting.
Saya baru merasakan betapa nyamannya berbagi cerita sambil berrendam. Betah rasanya. Terlebih didukung dengan suasana yang cukup tenang. Saat hujan turun pun kami masih berrendam, masih bercerita, dan masih bermain-main. Sampai kami tidak ingat dengan lapar. Padahal, Si Bandeng, Si Oyong, dan Si Mendoan sudah menunggu.
Pokoknya, saya enggak mau hanya sekali ke Owabong. Tante sudah bilang, kalau lain waktu akan mengajak saya ke Owabong lagi. Pokoknya (lagi), kalau kelamaan ngajaknya, saya samperin saja ke rumah. Saya tarik paksa ke Owabong. Dekat ini dari rumah Tante. Enggak sampai 30 menit kalau sudah tahu jalan. 😛
Betewe, kok ini pakai hastag #MeTime, ya? Bagusan #OurTime padahal, ya! Soal, saya kan tidak sendirian menikmati weekend minggu lalu yang bertepatan dengan hari lahir saya. 😳
Buat Tante, makasih, ya. Dua hari udah nemenin dolan. Sudah mempersiapkan semuanya, mentraktir, bawain bekal, dll. Jadi tambah eman lho…. 😆
Sabtu lalu, saya cukup banyak mendapat informasi dan pengetahuan baru dari aktivitas Blogwalking. Diantaranya yaitu; informasi mengenai Giveway (GA) tentang jalan-jalan dengan bekal uang saku Rp 100.000. GA ini diselenggarakan oleh Blog jalan-jalan. Salah satu situs yang menyajikan informasi seputar wisata. Saya pun mengambil topik jalan-jalan ke Purbalingga dengan budget 100k. Iya, travelling murah 100k!
Emang bisa, traveling dengan biaya murah segitu, Dah?
Bisa banget! Tapi dengan catatan, jalan-jalannya harus kalem. Tidak boleh berlebihan dalam hal apapun! Destinasinya pun jangan terlalu jauh dari rumah. Seperti jalan-jalannya Kak Hana dan Kak Dwie, bersama pasangannya. Irit banget. Sampai masih ada sisa sekian ribu rupiah.
Kali ini, saya akan mengajak teman-teman untuk jalan-jalan keluar kandang (Banjarnegara). Berbekal budget Rp 100.000, saya bisa traveling ke luar kota. Ini tidak memaksa, karena luar kotanya enggak jauh. Alias masih tetangga. 😆 Yuk mari, teman-teman bisa ikut saya jalan-jalan ke Kota Perwira!
Sebelum berangkat, saya mengajak seorang teman, Nunu, yang berdomisili di Purbalingga untuk bertamasya bersama. Dan kami sepakat bertemu di alun-alun Purbalingga. Sekedar informasi, di sana ada beberapa objek wisata yang letaknya cukup dekat dengan kota. Kurang lebih tiga puluh menit dari pusat kota.
Berangkat dari rumah, saya naik angkutan umum berlabel huruf “B”. Kemudian turun di terminal Banjarnegara dengan membayar Rp 2.000 untuk sekali jalan. Sesampainya di terminal, saya mencari Bus jurusan Banjarnegara-Purwokerto. Dan Bus Teguh menjadi pilihan transportasi menuju Purbalingga. Jalan-jalan menggunakan transportasi umum ini terkadang memang tidak hemat waktu, dan juga biaya. Tapi, setidaknya bisa mengirit tenaga.
Jarak yang saya tempuh sampai alun-alun Purbalingga kurang lebih 45 menit. Tak lupa saya membayar kewajiban sebagai penumpang sebesar Rp 8.000 kepada Bapak Kondektur. Sesuai tarif untuk satu kali jalan. Membayar dengan uang pas sangat dianjurkan ketika naik transportasi umum. Terlebih ketika sedang menerapkan konsep irit. :lil:
*****
Setelah bertemu Nunu, kami terus melanjutkan perjalanan menuju tempat wisata yang menjadi tujuan. Adalah Sanggaluri Park. Perjalanan menuju objek cukup efisien, karena menggunakan sepeda motor milik Nunu. Tiga puluh menit, sudah plus antre di SPBU mengisi bensin full Rp 16.000 untuk si Revo, akhirnya kami sampai Taman Wisata.
Terlalu detil bagian transportasinya, ya? Sekarang, saatnya kamu harus tahu jalan-jalan berbekal uang saku Rp 100.000 itu bisa mendapat apa saja. Berikut detil sebelum masuk tempat wisata:
1. Pertama, Tentu saja mencari tempat parkir untuk menitipkan kendaraan motor. Berbahagialah para wisatawan, karena halaman parkir di sana cukup luas. Selain itu, biaya parkirnya standard sini, yaitu Rp 2.000 per motor.
2. Kedua, membeli tiket masuk yang berada disebelah kanan pintu masuk. Harga Tiket Masuk (HTM) Sebesar Rp 12.000. Dan saya membeli dua tiket sekalian untuk Ita.
3. Ketiga, Berbekal tiket dua belas ribu rupiah, kamu akan menikmati banyak objek di sana. Dan berikut objek, serta fasilitas yang bisa kamu dapati di sana:
Tiket masuk dua belas ribu rupiah sudah include untuk menikmati objek di atas. Murah meriah, bukan?
Taman Wisata ini banyak diminati oleh anak-anak, PAUD, SD, dan SMP, sebagai bahan untuk menambah referensi, pengetahuan. Sesekali mereka mengadakan kunjungan wisata ke Sanggaluri terkait dengan materi pelajaran. Semacam perkenalan langsung, tidak hanya belajar menggunakan media buku saja. Namun, tak jarang orang dewasa, bahkan orang tua juga turut menikmati wisata ini.
Setelah semua objek terjamah, kami mampir ke kedai untuk membeli jus di Kedai. Sekedar untuk menyegarkan tenggorokan, dan juga tubuh. Sampai akhirnya kami melewati pintu keluar Sanggaluri Park. Istirahat sejenak, dan duduk tepat di belakang Abang Bakso.
Ternyata disebuah pelataran pintu keluar terdapat aneka macam camilan, makanan, dan minuman. Tepat disebelah kiri pintu keluar.
Uang saku Rp 100.000 bisa banget untuk Travelling, kan? Bukan sekedar teori belaka. Malah tidak sekedar untuk jalan-jalan, atau traveling murah saja. Tapi, bisa dimanfaatkan untuk memperluas wawasan dan menambah pengetahuan.
Intinya, kalau sudah tahu bugdet minim, tidak usah berpolah. Terpenting, bisa menikmati liburan, bertamasya, tanpa mengabaikan kesehatan.
Nah, berikut rekapitulasi keuangan jalan-jalan ke Kota Perwira.
PENGELUARAN | RINCIAN | JUMLAH |
Angkot Rumah-Kota (PP) | Rp 2.000 x 2 | Rp 4.000 |
BUS Banjar-PBG (PP) | Rp 8.000 x 2 | Rp 16.000 |
Bahan Bakar Minyak (PP) | Rp 20.000 | Rp 20.000 |
Parkir Roda Dua | Rp. 2.000 | Rp 2.000 |
Hargat Tiket Masuk | Rp 12.000 x 2 Orang | Rp 24.000 |
Makan Siang Bakso | Rp 8.000 x 2 Orang | Rp 16.000 |
Jus Mangga | Rp 7.000 x 2 Gelas | Rp 14.000 |
JUMLAH TOTAL PENGELUARAN Rp 96.000. Sisa Rp 4.000,- (masuk saku) |
“Artikel ini diikutkan dalam giveaway JALAN JALAN MODAL 100 RIBU“
Nb. Postingan detail tentang Sanggaluri Park bisa dibaca di:
Berwisata Praon di Purbasari Pancuran Mas – Apakah ada yang baru mendengar kata Praon? Sepengetahuan saya, Praon ini berasal dari kata Perahu, Prau…
Museum Wayang dan Artefak, Purbalingga – Ketika saya posting Taman Reptil dan Museum Serangga, ternyata banyak teman yang menyuarakan rasa takutnya pada binatang reptil. Kenapa takut coba? Orang reptilnya saja terpenjara dalam kotak kaca dan tertutup rapeeet.
Nah, bagi kamu yang takut Reptil, ini ada alternatif lain untuk mencari ilmu dan belajar di Sanggaluri Park. Yaitu, dengan cara mengunjungi Museum Wayang misalnya. Melihat prasasti yang berada di depan museum, terukir pengesahan atau diresmikannya museum wayang yaitu pada hari minggu tanggal 27 Desember 2009 oleh Bupati Purbalingga, Bapak H. Triyono Budi Sasongko, M.Si.
Cepot si gigi kelinci menyambut kedatangan para wisatawan Museum Wayang dan Artefak. Yang paling saya kenali di sini, ya, si cepot ini. Lainnya adalah tokoh pewayangan yang sama sekali tidak paham, hanya tahu sedikit nama saja. Mangkannya saya hanya bisa merabanya saja.
Saya bersama Tante mulai berjalan ke arah kiri. Pada museum ini menyuguhkan koleksi pakaian ada Banyumas yang pernah dipakai oleh Bupati Purbalingga pada hari jadi Purbalingga ke 178. Mulailah, dibelakang almari koleksi baju banyak banget tokoh pewayangan.
Tokoh pewayangan ini terbingkai manis di almari kaca. Mulai dari Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang Sadat, Topeng Kelana, Wayang Tegal dan masih banyak wayang yang tidak saya tahu duduk ceritanya.
Oleh karenanya, lagi-lagi saya hanya bisa meraba wayang ini dengan membaca keterangan yang diketik dikertas, dilaminating dan terpasang kurang manis di depan kotak kaca.
Mulailah bertemu dengan si Arjuna, Nakula, Yudistira, dan bolo kurowonya. Kalau yang ini, saya paham. Tapi, hanya paham perawakannya, gak paham kisah atau ceritanya secara detailnya. Ketahuan banget dulu gak pernah nggatekna pelajaran seni budaya. Hahaha. Selain tokoh wayang yang terkenal kala itu, ada juga wayang revolusi.
Wayang Revolusi, bagian kiri adalah gambaran kompeni atau penjajah pada masa revolusi (1945-1949). Karena saat itu media konvensional seperti radio dikuasai Belanda, jadi pemerintah menggunakan media wayang untuk berjuang dan menyampaikan informasi. Tokoh dalam wayang ini menggunakan tokoh kontemporer seperti bung karho dan bung hatta.
Lanjut melihat deretan topeng tiba-tiba merinding. Topengnya tuh bukan macam dagelan, tapi yang ada rambutnya juga. Apa hayo namanya?. Hahaha. Saya lupa nama topengnya. Karena lupa, lanjut pada wayang cepak yuk.
Wayang Cepak Cirebonan Adalah salah satu jenis wayang golek sunda yang berkembang di daerah cirebon, majalengka, kuningan dan sekitarnya. Cepak atau Papak mempunyai arti datar. Cepak ini berhubungan dengan bentuk kepala pada wayang ini, kepalanya datar.
Berbeda dengan wayang golek lainnya, Wayang cepak berperan penting dalam uparaca tradisonal masyarakat seprti upacara adat atau pemakaman. Seandainya aneka pewayangan ditulis semua, maka yang membaca postingan ini akan teriak-teriak.
Mulai meraba jejak Akeologi Purbalingga. Membaca pada secarik kertas yang tertempel di kaca, penemuan pertama artefak di Kab. Pubalingga pada tahun 1970-an. Ditandai dengan ditemukannya sebuah periuk saat menggali tanah untuk membuat kolam. Kemudian, periuk dipecah, lalu terdapat bebrapa kapak batu didalamnya. Periuk ini ditemukan oleh Chamdi, penduduk Bobotsari.
Pada Museum Artefak yang satu lokasi dengan Museum Wayang, dipamerkan juga aneka jenis logam, batuan dan perunggu. Saya melihat juga beberapa Fosil binatang purba yang pernah ditemukan di Purbalingga. Diantaranya adalah Fosil Gigi Gajah yang ditemukan di Kedung Bunder, Sungai Klawing, Mrebet.
Di Mrebet tak hanya ditemukan fosil gigi gajah saja, ada fosil lainnya, seperti kerang dan siput. Begitu berartinya fosil-fosil zaman purbakala, ya. Fosil sebagai tanda adanya jejak kehidupan.
Sebelum meninggalkan Museum Wayang dan Artefak, terlebih dahulu saya njajal alat musik tradisional Gamelan. Ya, alat musik tradisional terletak di tengah museum. Alat musik yang ada antara lain; Kendang, Angklung, Gamelan, Gong dan Kenong.
Dibelakang alat musik ini dipamerkan berbagai macam wayang (lengkap) yang biasa digunakan untuk pentas para dalang. Saya sempat njajal memperagakannya dan ternyata asyik juga. Meski satu tangan gak bisa isi dua wayang. Hahaha
Belajar sejarah, seni budaya memang seperti ini adanya. Bisa menjadi bosan jika hanya membaca literatur saja. Tapi, menjadi asyik jika kalau bisa bertandang langsung! Di Museum ini juga terdapat perpustakaan mini yang berisi buku-buku sejarah Purbalingga dan juga buku seri pewayangan.
Jika merasa sudah cukup belajar di Museum Wayang dan Artefak, Kamu bisa melanjutkan ke wahana lainnya. Masih banyak wahana menarik lainnya di Sanggaluri Park. Ada Istana Boneka, Museum Uang, Rumah Prestasi, Rumah IPTEK, Rumah Kaca, Kebun Naga atau Naik Kereta Mini. Hahahaha
HTM: Rp 12.000 per orang
Parkir Sepeda Motor: Rp 2.000
Alamat : JL. Raya Kutasari Purbalingga
Telp : 0281 – 7664758, 0281 – 6599296
Email : reptile_insectpark@yahoo.co.id
Buka: Tiap hari (termasuk hari libur besar) pukul 09.00-1700 WIB
Sanggaluri Park Purbalingga – “Tante masih di rumah, gak?. Dolan ke Taman Reptil, yuk!. Percakapan tahun lalu, saya mengajak Tante dolan ke Taman…